Tarif Ojek Online Naik Mulai 16 Maret 2020, Seberapa Besar?
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat resmi menaikkan tarif batas atas dan tarif batas bawah ojek online (ojol).
Tarif batas bawah (TBB) ojol naik Rp 250 per km dan tarif batas atas (TBA) naik Rp 150 per km, khusus untuk Zona 2 (Jabodetabek).
“Setelah melalui diskusi, TBB naik Rp 225, atau dibulatkan Rp 250 sehingga jadi Rp 2250 per km. Sedangkan TBA naik Rp 150 per km menjadi Rp 2650 per km,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi di kantornya, Selasa (10/03/2020).
Adapun, TBB sebelumnya berada di angka Rp 2.000, dan TBA sebesar Rp 2.500. Dengan naiknya tarif ini, maka tarif flat perjalanan per 4 km juga naik menjadi Rp 9.000 hingga Rp 10.500 per km.
Budi melanjutkan, keputusan menteri yang mengatur tentang kenaikan tarif ojol ini sedang dibahas. Nantinya, tarif ojol akan resmi naik 16 Maret 2020.
Nantinya setelah diterapkan, pemerintah akan mengevaluasi apakah kenaikan tarif ini berjalan sesuai dengan prosedur.
“Nanti 16 Maret kami harap tarif bisa naik, setelah itu pasti akan dievaluasi di Jakarta dulu, seberapa jauh tingkat kepatuhan aplikator dalam menerapkan peraturan,” kata Budi.
Ada Omnibus Law, Pengemudi Ojol Bisa Bikin Perusahaan Sendiri
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjanjikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja akan memberikan kemudahan usaha bagi semua kalangan, khususnya kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
“Dari RUU Cipta Kerja ini, pemerataan hak dan keadilan sosial akan menjadi pertimbangan utama kepastian hukum, ease of doing business atau kemudahan berusaha, kebersamaan, dan juga kemandirian. Artinya kebersamaan bahwa yang diberi fasilitas itu diutamakan kepada usaha kecil dan menengah,” tuturnya dalam acara Business Law Forum 2020 di Four Seasons Hotel, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Airlangga kemudian mencontohkan insentif kemudahan usaha bagi pelaku UMKM membentuk perseroan terbatas (PT). Dia tak memungkiri bahws saat ini banyak masyarakat yang coba mencari pendapatan sampingan dengan menjadi pengusaha digital.
“Kita ketahui bahwa sekarang ini banyak pengusaha digital basisnya perorangan. Apakah itu sebagai pelapak atau sebagai driver untuk Gojek atau Grab, yang mereka juga sebagai delivery barang maupun orang dan yang lain,” ujar dia.
Namun, tanpa lembaga hukum pengusaha online itu dikatakannya akan sulit mendapat akses perbankan yang terbatas. Oleh karena itu, ia menganggap Omnibus Law memungkinkan pihak individu termasuk supir ojek online (ojol) untuk mendirikan PT sendiri.
“Jadi kalau PT adalah PT minimal dua orang dan modal minimal Rp 50 juta. Itu untuk UMKM dibebaskan. Jadi supir Gojek bisa jadi entrepreneur dengan PT sendiri, dan itu tidak perlu ke notaris,” ucap dia.
“Cukup registrasi ke Kemenkumham, dan itu bisa dibantu oleh notaris pasti, bisa juga oleh platform, bisa juga oleh perbankan. Semua yang akses internet bisa mendaftar,” dia menambahkan.
Sebagai kesimpulan, Airlangga menyatakan, RUU Omnibus Law Cipta Kerja hendak membuat UMKM beranjak dari sektor informal menjadi formal dengan badan hukum.
“Sehingga kalau terjadi bankruptcy, yang bankcrupt adalah PT-nya, bukan keluarganya. Sehingga ini tidak masuk ke dapur. Inilah kita melindungi usaha kecil dan masyarakat dari situ,” pungkas dia.
Sumber : liputan6.com
Gambar : Suara JOGJA
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]