Meneropong Saham Telkom Usai Kritik Pedas Erick Thohir
PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom tengah menjadi sorotan setelah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyindir kinerja perusahaan pada Rabu (12/2) lalu.
Kritik diberikan Erick lantaran anak perseroan PT Telekomunikasi Seluler atau Telkomsel mengeruk keuntungan paling besar. Tak tanggung-tanggung, selama ini 70 persen pendapatan Telkom berasal dari dividen dan laba Telkomsel.
“Mendingan enggak ada Telkom. Langsung saja (Telkomsel) dimiliki Kementerian BUMN. Dividennya jelas. Karena itu, kami berharap ke depannya Telkom berubah,” papar Erick.
Sehari setelah sindiran dilontarkan Erick, Kamis (13/2), harga saham Telkom merosot 2,35 persen dari perdagangan hari sebelumnya dari Rp3.820 menjadi Rp3.730 per saham.
Investor asing ramai-ramai menjual saham TLKM, walhasil pada penutupan saham Jumat (14/2), saham Telkom hanya dihargai Rp3.640 per lembarnya.
Melihat hal itu, analis Panin Sekuritas William Hartanto meminta investor untuk tak buru-buru memburu saham Telkom. Bahkan, ia menyebut Telkom menjadi salah satu saham yang perlu dihindari untuk sementara waktu. Dia memprediksi aksi jual masih akan berlangsung pekan ini.
“Statement (pernyataan) dari Menteri Erick Thohir memberikan dampak negatif, terlihat aksi jual saham, estimasi masih akan sampai minggu depan, harga akan jatuh ke level Rp3.500,” katanya kepada CNNIndonesia.com pada Jumat (14/2) lalu.
Melihat pergerakan saham TLKM setahun terakhir, harga saham perusahaan pelat merah tersebut tak jauh-jauh dari kisaran Rp3.600 hingga Rp4.400 per lembarnya.
Setelah berhasil menggaet beli bersih investor asing sebesar Rp633,5 miliar, Telkom mencatatkan harga tertinggi di kisaran Rp4.470 pada 20 Agustus 2019.
Sementara rekor harga terburuk terjadi pada 17 Mei 2019, TLKM sempat anjlok ke Rp3.510 per sahamnya.
Dibandingkan perusahaan yang bergerak di sektor komunikasi lainnya, sebetulnya Telkom masih menjadi juara. Sebut saja PT XL Axianta Tbk yang berkode emiten EXCL dan PT Indosat Ooredoo Tbk (ISAT).
Akhir pekan lalu, harga saham PT XL Axianta Tbk dibanderol seharga Rp2.620 per lembar atau turun 3,32 persen dari posisi sebelumnya di Rp2.710. Harga saham perusahaan yang berdiri sejak 2005 itu terus tergerus. Selama sebulan terakhir harga saham menunjukkan posisi minus 22,02 persen.
Sepanjang 2019, perusahaan meraup pendapatan Rp25,15 triliun atau naik 9 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini ditopang oleh meningkatnya pendapatan layanan sebesar 15 persen year on year (yoy).
Selanjutnya, saham PT Indosat Ooredoo Tbk (ISAT) mencatatkan kenaikan sebesar 6,06 persen pada perdagangan Jumat (14/2) dengan harga Rp2.100 per lembarnya. Namun, jika dilihat perdagangan sebulan terakhir, harga saham perusahaan yang aktif sejak 1994 anjlok 22,51 persen.
Hingga kuartal III 2019, perusahaan rugi sebesar Rp284,59 miliar meski terjadi kenaikan pendapatan sebesar 12,4 persen dari Rp16,77 triliun di kuartal III 2018 menjadi Rp18,85 triliun.
Kinerja yang tak kunjung membaik berimbas pada operasional perusahaan, pada Jumat (14/2), Indosat dikabarkan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada 500 pekerja.
Sementara, Telkom masih mencatatkan laba sebesar Rp 16,45 triliun pada kuartal III 2019 dengan kenaikan pendapatan sebesar 3,45 persen atau Rp102,63 triliun. Ada pun utang tercatat sebesar Rp98,54 triliun sementara arus kas operasional berada di kisaran Rp38,26 triliun di periode yang sama.
Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani menyebut investor akan melakukan aksi tunggu atau wait and see. Dia menilai, secara teknikal, Telkom berada pada tren melandai dan belum menunjukkan tanda berbalik arah setelah asing berbondong-bondong menjual saham.
“(Telkom) sudah melemah cukup lama sejak awal tahun, kelihatannya banyak investor yang mulai jual, asing juga cukup banyak yg keluar dari saham Telkom ini. Sementara, (investor) harus wait and see,” katanya.
Menjadi bagian dari saham-saham stabil alias blue chip, Hendriko menyebut ada kecenderungan perseroan untuk kembali menguat namun dia menilai hal tersebut belum akan terjadi dalam waktu dekat.
Menurut ia, belum ada sentimen yang dapat mendorong gairah pasar sehingga saham-saham aman menjadi rekomendasinya untuk minggu ini. Ia memprediksi IHSG akan berada di kisaran 5.933-6.000 pada pekan ini.
Di sektor properti dia menyarankan PT. Pakuwon Jati Tbk (PWON) dengan harga target Rp600. PWON ditutup menghijau sebesar 2,78 persen menjadi Rp555 pada penutupan minggu lalu. Selama seminggu terakhir perusahaan mencatat kenaikan sebesar 3,74 persen.
Kinerja perusahaan terlihat cukup baik, pada kuartal III 2019, perusahaan mengantongi pendapatan sebesat Rp5,24 triliun atau naik tipis 0,2 persen dari pendapatan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu Rp5,23 triliun.
Untuk sektor perbankan, Hendriko memilih PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BBNI. Pertumbuhan BNI tercatat stabil dengan 2019 perusahaan melaporkan laba bersih sebesar 2,5 persen atau Rp15,38 triliun. “Target price untuk BBNI di kisaran Rp7.875 hingga Rp8.000,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Riset PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan mengungkapkan sektor komunikasi masih menjadi satu dari tiga sektor prioritas. Dia menilai selain sektor konsumer dan properti, saham sektor komunikasi masih layak dikoleksi.
Kendati mendapat komentar negatif dari Erick, Alfred masih merekomendasikan saham Telkom sebagai saham unggulan sektor komunikasi. Dia menilai saham blue chip tersebut masih aman untuk dibeli. Ia mematok harga target (target price) di kisaran Rp4.500.
“Untuk komunikasi saham Telkom masih layak untuk dikoleksi, kami optimistis untuk ke depannya,” jelasnya.
Selain saham Telkom, alternatif saham pilihan lainnya menurut Alfred ialah Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) untuk sektor properti. Dia menargetkan BSDE di kisaran harga Rp1.350.
Sebab, kinerja emiten berkode BSDE sepanjang 2019 tercatat cukup baik. Perusahaan membukukan penjualan senilai Rp6,5 triliun melampaui target yakni Rp6,2 triliun.
Untuk sektor konsumer, menurutnya, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) masih menjadi pilihan utama dengan harga target sebesar Rp9.200. Pada penutupan minggu lalu, perusahaan membukukan pertumbuhan sebesar 2,14 persen atau Rp7.150 per sahamnya.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Kabar Golkar
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]