Bukan Virus Corona, Ini yang Bikin Poundsterling Jeblok 1,5%
Nilai tukar poundsterling Inggris anjlok tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan awal pekan kemarin, hingga kembali ke bawah level US$ 1,3.
Poundsterling mengakhiri perdagangan Senin di level US$ 1,2993, anjlok 1,56% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara pada pagi ini, Selasa (4/2/2020), pukul 9:35 WIB, poundsterling berada di level US$ 1.2992.
Pelemahan mata uang Negeri Ratu Elizabeth ini terjadi di tengah penyebaran virus corona yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda, serta beberapa hari setelah Inggris resmi bercerai dengan Uni Eropa (UE).
Wabah virus corona yang sudah ditetapkan sebagai kondisi darurat international oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) masih menjadi perhatian utama pelaku pasar. Menukil CNBC International, di China hingga Senin kemarin sebanyak 425 orang meninggal akibat virus corona, dan telah menjangkiti lebih dari 20.000 orang.
Virus yang berada dari kota Wuhan China tersebut kini sudah menyebar ke berbagai negara termasuk Inggris.
“Kami mengkonfirmasi dua pasien di Inggris yang berasa dari keluarga yang sama, positif menderita virus Corona,” Kata Chief Medical Officer Inggris, Chris Whitty dalam rilis sebagaimana dilansir CNBC International Jumat (31/1/2020).
Penyebaran virus membuat sentimen pelaku pasar memburuk, tetapi bukan itu yang membuat poundsterling jeblok. Sikap Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, yang akan keras terhadap UE menjadi penyebab anjloknya poundsterling.
Pada Jumat (31/1/2020) pukul 23:00 GMT, Inggris resmi bercerai dengan Uni Eropa setelah mengalami perundingan yang sangat alot dalam tiga tahun terakhir. Resminya Inggris keluar dari UE malah membuat poundsterling menguat pada perdagangan Jumat pekan lalu. Inggris kini berada dalam masa transisi hingga akhir tahun 2020.
Selama masa transisi Inggris masih dalam satu serikat kepabean tetapi sudah tidak terlibat dalam urusan politik, sehingga perdagangan internasional Inggris belum akan terpengaruh. Di masa transisi ini juga, Inggris dan Uni Eropa akan melakukan perundingan dagang untuk mencapai kesepakatan yang akan berlaku pada tahun depan.
Pasar melihat perundingan dagang kedua belah pihak akan berlangsung alot yang menjadi penyebabnya jebloknya poundsterling kemarin.
Reuters melaporkan, Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson bersikap keras dengan mengatakan Inggris tidak akan mematuhi peraturan UE.
Di sisi lain, UE memperingatkan Inggris bahwa akses ke pasar tunggal (satu wilayah kepabean) akan tergantung seberapa jauh London akan mematuhi peraturan UE, seperti peraturan mengenai lingkungan dan tenaga kerja.
“Sterling melemah akibat munculnya tanda-tanda yang tidak terlalu menggembirakan dari kedua belah pihak di awal negosiasi. Mereka memposisikan diri di dua titik ekstrim” kata Adam Cole kepala ahli strategi mata uang di RBC Capital di London.
Kini dalam 11 bulan ke depan, pergerakan poundsterling akan sangat dipengaruhi perkembangan perundingan kedua pihak. Jika kedua belah pihak mendekati kata sepakat, poundsterling akan melesat. Tetapi sebaliknya jika hubungan kedua belah pihak semakin merenggang, pounsterling akan semakin terkapar.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : CNBC Indonesia
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]