Taliban Bantah Rencana Gencatan Senjata di Afghanistan
Kelompok Taliban kini menyangkal laporan yang menyatakan dewan syura mereka sepakat melakukan gencatan senjata. Mereka hanya menyatakan gencatan senjata baru bisa dilakukan jika Amerika Serikat menarik seluruh pasukan dari Afghanistan.
“Dalam beberapa hari belakangan beredar sejumlah laporan soal gencatan senjata. Faktanya adalah Emirat Islam Afghanistan (Taliban) tidak berencana melakukan gencatan senjata,” demikian isi pernyataan Taliban, seperti dilansir AFP, Selasa (31/12).
Kemarin Associated Press melaporkan empat anggota tim perundingan Taliban menemui dewan syura selama sepekan membicarakan soal perundingan. Mereka kemudian kembali ke kantor perwakilan Taliban di Qatar pada Minggu pekan lalu.
Akan tetapi, keputusan gencatan senjata itu harus disetujui oleh pemimpin Taliban, Hibatullah Akhundzada.
AS menetapkan sejumlah syarat kepada Taliban dalam proses perundingan damai. Yakni menjamin ketertiban umum serta hak-hak kaum perempuan, menjamin kebebasan berpendapat, pengubahan undang-undang dasar, dan berjanji tidak akan menjadikan Afghanistan sebagai tempat persembunyian kelompok ekstremis.
Sebagai gantinya, AS akan menarik sekitar 12 ribu pasukan mereka secara bertahap dan mengakhiri perang yang sudah berlangsung selama 18 tahun. Perang itu sampai saat ini merupakan yang terlama yang dilakoni AS.
Taliban menganggap Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, sebagai boneka AS dan tidak mengakui pemerintahannya. Apalagi saat ini hasil penghitungan suara pemilihan presiden Afghanistan tak kunjung selesai yang menimbulkan kecurigaan soal kecurangan.
Ada kemungkinan Ghani akan kembali berkuasa. Jika AS sudah lebih dulu menarik pasukan, ada kekhawatiran Afghanistan akan kembali jatuh ke dalam perang saudara antara para panglima perang dan Taliban.
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan jumlah korban tewas dan terluka dalam perang Afghanistan selama satu dasawarsa sudah mencapai 100 ribu orang.
Warga sipil yang tewas dalam konflik Afghanistan tahun lalu tercatat mencapai 3,804 orang, termasuk 927 anak-anak.
Proses perundingan antara AS dan Taliban terhenti sejak September lalu. Penyebabnya adalah Presiden AS, Donald Trump, memutuskan membatalkan sepihak karena serangan Taliban di Ibu Kota Kabul menyebabkan seorang prajurit AS meninggal.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : cnnindonesia.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]