Refleksi Akhir Tahun BMKG: 2019 Paling Sedikit Terjadi Bencana
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan bencana di tahun 2019 adalah yang paling sedikit dalam lima tahun terakhir. Tercatat, ada ribuan gempa hingga ratusan puting beliung.
“Kemudian meskipun kejadian jumlah bencana, terkait cuaca iklim dan kegempaan tahun 2019 merupakan kejadian yang paling sedikit dibandingkan 5 tahun terakhir, sejak tahun 2015-2019. Kejadian-kejadian tadi dalam catatan kami, terutama bencana hidro meteorologi dan gempa bumi relatif paling sedikit,” kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam ‘Refleksi 2019 dan Kesiapsiagaan BMKG’ di kantornya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2019).
Dwikorita merinci, pada tahun 2019 tercatat ada 343 banjir dan 340 tanah longsor. Kemudian, sepanjang tahun ini juga terjadi 554 angin puting beliung, kekeringan yang memicu 52 kebakaran hutan dan lahan, bencana asap hingga ribuan gempa.
“Dalam hal kegempaan, ribuan kejadian gempa nanti akan secara detail disampakan berapa ribu kejadian gempa. Tercatat terdapat 12 kejadian gempa bumi signifikan. Di antara belasan ribu kejadian, gempa yang signifikan atau dirasakan bahkan menggangu bahkan merusak terdapat 12 kejadian,” ujarnya.
Kendati terjadinya bencana di tahun 2019 paling sedikit sepanjang tahun 2015-2019, Dwikorita mengungkapkan masih adanya ratusan jiwa yang menjadi korban bencana. Menurut catatan BMKG, kata dia, setidaknya ada 367 korban jiwa sepanjang tahun ini.
“Meskipun paling sedikit masih terdapat korban jiwa antara 367 korban jiwa. Tentunya tentang korban jiwa ini BNPB akan lebih akurat datanya,” ujar Dwikorita.
Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan iklim di Indonesia bergantung dengan suhu muka air laut di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Tahun 2019 ini, kata dia, suhu muka air laut di Samudra Hindia yang lebih rendah dari normalnya mengakibatkan musim kemarau yang lebih panjang.
Berdasarkan pemutakhiran data pada tanggal 20 Desember, Dwikorita mengungkapkan kemarau masih berlangsung di beberapa wilayah. Di antaranya Jawa Timur bagian timur, sebagian Sulawesi, sebagian Kepulauan Maluku, Papua Barat dan Papua bagian Selatan.
“Meskipun demikian kita masih bersyukur kondisi di Samudra Pasifik tidak ada anomali yang signifikan sehingga di tahun 2019 ini sesuai dengan prediksi sebelumnya, tidak terjadi el nino yang mengakibatkan kekeringan yang panjang. Kekeringannya bukan kekeringan tadi adalah musim kemarau yang lebih panjang, tidak ada kaitannya dengan el nino yang ada di Samudra Pasifik, tapi terkait dengan Samudra Hindia,” tuturnya.
“Dari kejadian tersebut maka akibatnya di akhir tahun ini baru mulai terjadi musim hujan terkait melambat yaitu secara bertahap baru dimulai yang harusnya Oktober baru dimulai bulan November bahkan ada yang baru mulai di Desember,” sambung Dwikorita.
Sumber : detik.com
Gambar : detikNews
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]