Anjlok 3 Hari, Jual Pound Kini Cuan Rp 45 Juta
Nilai tukar poundsterling melemah pada perdagangan Kamis (19/12/2019) kemarin, sehingga sudah anjlok dalam tiga hari berturut-turut. Selama periode tersebut total penurunan mata uang Negeri John Bull ini sebesar 2,42%.
Pada hari ini, Jumat (20/12/2019) pada pukul 9:23 WIB, poundsterling diperdagangkan di level US$ 1,3017, menguat 0,08% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Penurunan 2,42% dalam tiga hari tersebut membawa poundsterling ke level terlemah dua pekan.
Jika dilihat secara pip, mata uang negeri John Bull ini turun 322 pip. Pip adalah satuan poin terkecil untuk mewakili perubahan harga dalam trading forex. 1 pip dalam poundsterling senilai US$ 10 jika bertransaksi sebesar 1 lot.
Dalam trading forex, ketika terjadi penurunan harga maka posisi jual atau short akan memperoleh cuan. Poundsterling lawan dolar AS disimbolkan dengan GBP/USD dalam trading forex.
Seorang trader yang mengambil posisi short pada Senin (16/12/2019), dan menahan posisinya Kamis kemarin tentunya akan akan mendapat cuan 322 pip x US$ 10 = US$ 3.220 atau jika di-rupiah-kan lebih dari Rp 45 juta (kurs US$ 1 = Rp 13980). Jumlah profit belum termasuk potongan komisi dan bunga menginap yang berbeda-beda di setiap broker.
Untuk membuka 1 lot kontrak standar dibutuhkan modal yang berbeda-beda tergantung berapa leverage (rasio antara dana si trader sendiri dan dana pinjaman) yang digunakan oleh trader.
Tanpa leverage untuk membuka posisi 1 lot dibutuhkan modal sebesar US$ 100.000. Modal itu tentunya sangat besar, sehingga broker-broker memberikan leverage agar trading menjadi lebih terjangkau.
Di Indonesia sendiri broker pada umumnya menyediakan leverage 1:100, maka jumlah modal yang dibutuhkan atau dikenal dengan margin untuk membuka 1 lot standar adalah 100.000/100 = US$ 1.000.
Dengan asumsi investasi menggunakan modal US$ 10.000, maka cuan yang dihasilkan sebesar 32% saat mengambil posisi short GBP/USD dengan transaksi 1 lot dalam tiga hari.
Poundsterling Menderita Karena Hard Brexit, Terluka Karena BoE
Performa buruk poundsterling dimulai sejak Selasa lalu setelah CNBC International mengutip media lokal mewartakan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson akan merevisi undang-undang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Withdrawal Agreement Bill), sehingga masa transisi tidak bisa diperpanjang lagi.
Partai Konservatif yang dipimpin Boris Johnson memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) pada pekan lalu, bahkan menguasai kursi mayoritas parlemen, dengan demikian perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) kemungkinan besar akan terjadi pada 31 Januari 2020, dengan masa transisi yang berlangsung hingga akhir tahun depan.
Ketika ditanya mengenai apakah pemerintah akan melegislasi pembatasan masa transisi tidak lebih dari tahun 2020, salah satu menteri senior Inggris, Michael Gove mengatakan “tepat sekali”, sebagaimana diwartakan CNBC International.
Di tempat terpisah, dari Brussel pejabat Uni Eropa mengatakan jadwal perundingan dagang dengan Inggris “kaku” dan cenderung membatasi ruang lingkup untuk mencapai kesepakatan dagang.
Dengan singkatnya masa transisi, tentunya pembahasan perjanjian dagang harus dipercepat. PM Johnson dikatakan akan melakukan pendekatan yang lebih keras di masa transisi tersebut, yang memicu kecemasan akan keluarnya Inggris dari Uni Eropa tanpa kesepakatan (hard Brexit). Poundsterling pun jeblok.
Derita poundsterling bertambah setelah bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) mengumumkan kebijakan moneter Kamis kemarin.
Dalam pengumuman kebijakan moneter sore tadi, BoE mempertahankan suku bunga acuannya 0,75%, tetapi dua dari sembilan anggota pembuat kebijakan (Monetary Policy Committee/MPC) memilih menurunkan suku bunga. Ini berarti suara mempertahankan suku bunga tidak bulat dalam dua pengumuman kebijakan moneter beruntun.
Suara yang tidak bulat menandakan jika sebagian anggota dewan BoE melihat Inggris perlu stimulus untuk mempercepat perputaran roda perekonomian. Tidak hanya menunjukkan terbelahnya suara anggota, BoE juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 menjadi 0,1% dari sebelumnya 0,2%.
Sumber : .cnbcindonesia.com
Gambar : Kompas.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]