Penurunan Harga Minyak Tekan Belanja Subsidi BBM dan Listrik

Kementerian Keuangan mencatat realisasi penyaluran anggaran subsidi energi baru mencapai Rp98,5 triliun per Oktober 2019 kemarin. Realisasi tersebut baru mencapai 61,6 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 yang sebesar Rp160 triliun.

Realisasi masih minim karena pengaruh penurunan harga minyak dunia. Berdasarkan data kementerian, anggaran belanja subsidi energi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) baru terpakai Rp58 triliun atau 57,7 persen dari pagu.

Sementara realisasi belanja subsidi listrik baru mencapai Rp40,5 triliun atau 68 persen dari pagu. Bahkan, dari sisi pertumbuhan, penggunaan anggaran subsidi energi sepanjang Januari-Oktober 2019 terkontraksi 16 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Realisasi tersebut berbanding terbalik dengan tahun lalu yang justru meroket 77,3 persen dari tahun sebelumnya. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan penggunaan anggaran belanja subsidi energi yang masih cukup minim tersebut terjadi akibat harga minyak mentah di pasar dunia yang turun.

Hal tersebut membuat harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oils Price/ICP) ikut melemah. Rata-rata ICP sepanjang Januari-Oktober 2019 tercatat hanya sekitar US$62 per barel.

Padahal, pemerintah merancang kebutuhan anggaran subsidi energi di APBN 2019 dengan asumsi ICP mencapai US$70 per barel.

“Ini kompensasi dari penurunan harga minyak. Di satu sisi penerimaan negara dari sektor energi turun, tapi subsidinya juga jadi turun, ini penyeimbang dari sisi belanja,” ungkap Askolani, Senin (18/11).

Selain ‘berkah’ dari penurunan harga minyak mentah dunia, penghematan realisasi belanja subsidi energi juga terjadi berkat penguatan nilai tukar rupiah.

Pemerintah semula memperkirakan kurs mata uang Garuda akan menembus Rp15 ribu per dolar AS. Nyatanya, rata-rata kurs rupiah hanya bergerak di kisaran Rp14.162 per dolar AS sampai Oktober 2019.

Kendati bisa menghemat penggunaan anggaran subsidi energi, namun Askolani menjamin bahwa penyaluran volume energi tetap dilakukan sesuai ketentuan. Data Kementerian Keuangan mencatat realisasi volume konsumsi BBM bersubsidi untuk jenis Solar sudah mencapai 10,5 juta kiloliter sampai Agustus 2019.

Sementara volume konsumsi LPG sudah mencapai 4.542,1 juta kilogram sampai bulan yang sama. Kendati begitu, ia masih enggan membagi proyeksi apakah penyaluran volume BBM akan kelebihan atau tetap disesuaikan dengan target awal.

Selain itu, pemerintah juga tetap membayar pengalihan kewajiban bayar subsidi yang dialihkan (carry over) dari tahun lalu ke tahun ini. Tercatat, pembayaran kurang bayar subsidi BBM dan LPG tahun lalu mencapai Rp10 triliun dari kewajiban Rp15,9 triliun.

Pada 2018, kurang bayar subsidi energi pemerintah mencapai Rp17,6 triliun. Sedangkan total realisasi belanja subsidi pemerintah baru mencapai Rp146,2 triliun atau 65,2 persen dari pagu Rp224,3 triliun.

Realisasi ini terkontraksi 8,8 persen dari tahun lalu. Penggunaan anggaran subsidi non energi sekitar Rp46,7 triliun atau 74 persen dari pagu Rp64,3 triliun.

Penyaluran subsidi non energi diberikan untuk pemenuhan kebutuhan pupuk petani, bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga Pajak Penghasilan yang ditanggung pemerintah (PPh DPT).

“Realisasinya sudah menyertakan pelunasan kurang bayar subsidi pupuk senilai Rp9,8 triliun (dari carry over tahun lalu),” pungkasnya.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Liputan6.com

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *