Turki Panggil Dubes AS terkait RUU Genosida Armenia
Turki memanggil duta besar Amerika Serikat pada Rabu (30/10) terkait dua RUU yang baru disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat AS. Pemanggilan ini mengindikasikan memburuknya hubungan antara kedua negara.
Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan pihaknya memanggil Duta Besar David Satterfield pada Rabu terkait resolusi. Parlemen Turki menyatakan mengutuk RUU yang baru disahkan tersebut.
Di sisi lain, Turki membantah kabar soal deportasi massal dan pembunuhan orang-orang Armenia Ottoman pada 1915 sebagai genosida dan telah melobi pengakuan AS selama bertahun-tahun. Alih-alih meminta komite gabungan sejarawan untuk menyelidiki pembunuhan massal tersebut.
“Kami kecewa adanya fitnah terhadap negara kami diterima sebagai pembenaran oleh parlemen negara. Kami akan menganggap tuduhan ini sebagai penghinaan terbesar terhadap bangsa kami,” ujarnya seperti dilansir Associated Press.
Pihak Kemenlu Turki mengecam para pembuat UU dan mengatakan bahwa upaya ‘pembalasan’ mereka atas serangan Suriah di Turki melali RUU genosida Armenia sebagai hal yang salah.
“Tidak diragukan lagi, RUU ini akan berdampak negatif pada citra AS, termasuk opini publik mengenai Turki,” tulis pihak Kemenlu.
Dalam pidatonya, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan ia tidak akan mengakui resolusi yang baru disahkan tersebut karena terkait pengakuan pembunuhan massal warga negara Armenia oleh Ottoman yang terjadi seabad silam. Turki menganggap kejadian tersebut sebagai genosida.
Erdogan mengatakan Turki sangat mengutuk RUU dua partai yang memberikan sanksi kepada pejabat senior dan pasukannya atas serangan militer Turki ke Suriah timur laut.
Ketegangan antara Turki dan AS telah dipicu oleh berbagai hal. Salah satunya adalah dukungan AS terhadap pejuang Kurdi Suriah yang berjuang melawan gerilyawan ISIS, namun dianggap sebagai teroris oleh Ankara.
Erdogan mengatakan anggota parlemen AS telah bertindak secara oportunis karena meloloskan RUU di tengah luasnya kecaman atas serbuan ke Suriah.
Turki berdalih serangan militer yang dimulai pada 9 Oktober lalu terhadap pejuang Kurdi Suriah dilakukan untuk ‘keamanan negara’. Erdogan mengatakan Turki telah menerima ancaman selama berbulan-bulan, sementara Trump tiba-tiba memutuskan untuk menarik pasukan dan meninggalkan sekutu Kurdi melawan ISIS.
RUU kedua yang memberi sanksi kepada Turki seakan menunjukkan ketidaksetujuan bipartisan terhadap keputusan Turki dan mengutuk sikap ofensif Turki.Tindakan ini akan melarang penjualan senjata dari AS ke Turki dan menjatuhkan sanksi bagi warga asing yang berusaha mengirim peralatan militer Turki.
RUU ini juga berimbas pada pejabat tinggi Turki lantaran akses terhadap aset di AS akan terblokir dan ada pembatasan kunjungan ke Negeri Paman Sam.
“Kami tidak akan pernah mentolerir siapa saja yang berusaha menyerang Turki dan saya sendiri demi mendukung Partai Pekerja Kurdi (PKK) yang merupakan organisasi teroris,” ungkap Erdogan.
Ia merujuk Partai Pekerja Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan bersenjata selama 35 tahun di wilayah tenggara dan timur Turki. Pasukan Kurdi Suriah yang terkait dengan kelompok itu merupakan pengikut Abdullah Ocalan, sosok yang kini menjadi tahanan Turki.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Republika
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]