Cobaan Ekonomi Dunia Tiada Henti, Yen Menguat Lagi
Mata uang yen Jepang kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (2/10/19) kemarin, melanjutkan penguatan dua hari sebelumnya. Penguatan dalam dua hari tersebut nyaris membabat habis pelemahan empat hari beruntun.
Dalam dua hari terakhir yen menguat 0,83% sementara empat hari sebelumnya melemah 0,94%. Pada pagi ini, Kamis (3/10/19) pukul 6:45 WIB, yen diperdagangkan di level 107,18/US$ alias stagnan dibandingkan penutupan kemarin, melansir data Refinitiv.
Permintaan terhadap yen sebagai aset aman (safe haven) meningkat pesat dalam dua hari terakhir akibat kecemasan akan terjadinya resesi di AS. Berdasarkan survei US National Association for Business Economics (NABE) yang melibatkan 226 institusi, 42% responden memperkirakan AS akan mengalami resesi pada Februari 2020.
Kala negara dengan nilai ekonomi terbesar dunia lesu, tentunya permintaan untuk impor dari negara lain akan menurun, dampaknya akan menyeret dalam pertumbuhan ekonomi global.
Isu resesi di AS kembali mencuat setelah Institute fo Supply Management melaporkan angka Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur AS periode September berada di 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.
Indeks ini menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 artinya kontraksi yakni aktivitas sektor manufaktur semakin menyusut, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau peningkatan aktivitas.
Kontraksi yang dialami sektor manufaktur AS di bulan September tersebut merupakan yang terdalam sejak satu dekade terakhir, tepatnya sejak Juni 2009 ketika resesi AS 2007-2009 berakhir.
Setelah rilis data tersebut, giliran Automatic Data Processing Inc (ADP) melaporkan pelemahan pasar tenaga kerja AS. Sepanjang bulan September ekonomi AS dilaporkan menyerap 135.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian. Data tersebut lebih rendah dari bulan Agustus sebanyak 157.000 tenaga kerja.
Isu resesi di AS diperparah dengan potensi perang dagang AS dengan Uni Eropa. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memenangkan gugatan AS yang menyebut Uni Eropa memberikan subsidi kepada Airbus sehingga menimbulkan persaingan tidak sehat dengan perusahaan pembuat pesawat lainnya seperti Boeing.
Sidang panel WTO menyatakan AS menderita kerugian sampai US$ 7,5 miliar per tahun. Keputusan WTO ini menjadi pembenaran bagi rencana AS untuk menerapkan bea masuk terhadap importasi produk-produk dari Eropa. Washington mengusulkan pengenaan bea masuk bagi importasi hingga US$ 11 miliar.
Saat perang dagang AS-China sedang mereda dan mungkin akan ada kesepakatan dagang, kini muncul lagi potensi perang dagang AS-Uni Eropa. Cobaan bagi ekonomi dunia seakan tak kunjung usai, dan aset-aset safe haven menjadi tujuan investasi pelaku pasar.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Liputan6.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]