Rapat Paripurna, Anggota DPR Asal Papua Pertanyakan Progres Operasi Militer di Nduga

Anggota Fraksi Partai Demokrat dari daerah pemilihan Papua, Willem Wandik, menyinggung soal krisis kemanusiaan yang terjadi di Kabupaten Nduga, Papua, akibat operasi militer yang digelar oleh TNI/ Polri.

Hal itu ia sampaikan melalui interupsi dalam Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/9/2019).

Willem mengatakan, hingga saat ini TNI/Polri belum pernah melaporkan progres terkait target dan sasaran operasi militer yang dilakukan sejak awal Desember 2018 lalu. “Terkait konflik di Nduga hingga hari ini belum selesai, belum berakhir.

“Kepada institusi terkait, TNI/Polri hingga hari ini kami belum mendapatkan progres terkait target dan sasaran yang mereka capai karena menggunakan APBN sejak awal desember 2018 yang lalu hingga hari ini,” ujar Willem.

Seperti diberitakan, ribuan warga Kabupaten Nduga, Papua, masih tinggal di pengungsian menyusul operasi yang digelar oleh aparat TNI/Polri pada awal Desember 2018 lalu.

Operasi tersebut digelar untuk mengejar sejumlah tersangka para pembunuh proyek Trans Papua. Para tersangka diduga anggota kelompok yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Willem juga menyebut 184 warga Nduga yang meninggal dunia dalam pengungsian. Ia pun menegaskan bahwa pemerintah harus memberikan perhatian serius terhadap para pengungsi agar jumlah korban jiwa tidak bertambah.

“Dan hari ini ada sekitar 184 warga sipil meninggal dunia dan banyak warga kita yang mengungsi dan membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat, baik dari Menteri Sosial, Menteri Pendidikan dan juga Menteri Kesehatan,” kata Willem

“Oleh karena itu pada kesempatan ini kami menyampaikan kiranya dapat memberikan perhatian serius pada warga kami yang sedang mengungsi di Papua,” tutur dia.

Data Kementerian Sosial mencatat setidaknya ada 2.000 pengungsi yang tersebar di beberapa titik di Wamena, Lanijaya, dan Asmat. Di antara pengungsi ini, tercatat 53 orang dilaporkan meninggal.

Namun, data tersebut dibantah oleh Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) Theo Hesegem. Theo mengatakan, warga pengungsi yang meninggal dunia mencapai 182 orang, 92 di antaranya anak-anak dan balita.

Akibat krisis berkepanjangan, warga Kabupaten Nduga tak dapat mengakses hak atas pendidikan dan kesehatan selama di pengungsian. Pada awal Agustus lalu, Pemerintah Daerah Kabupaten Nduga akhirnya menemui Ketua DPR Bambang Soesatyo untuk melaporkan situasi terkini di daerahnya.

“Kasihan masyarakat di sana tidak menerima hak dasar (pendidikan dan kesehatan),” ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Nduga, Namia Gwijangge, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/8/2019).

Menurut Namia, hingga saat ini kegiatan belajar mengajar 24 sekolah di 11 distrik tidak berjalan. Beberapa puskesmas dan posyandu juga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Selain itu, warga yang saat ini masih berada di pengungsian membutuhkan tempat tinggal. “Pendidikan dan pelayanan kesehatan tidak jalan. Kemudian gereja di sana, ada 98 gereja yang kosong. Semua jemaatnya lari, masyarakatnya lari,” kata Namia.

 

 

 

Sumber : kompas.com
Gambar : kompas.com

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *