Pesan Gubernur Papua Soal Insiden Asrama di Surabaya

Gubernur Papua Lukas Enembe mengimbau masyarakat Papua yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia untuk merespon insiden yang melibatkan mahasiswa asal provinsi tersebut di Surabaya, Semarang, dan Malang secara wajar dan tidak melawan hukum.

“Pemerintah Provinsi Papua menyampaikan kepada seluruh masyarakat Papua yang berada di Provinsi Papua maupun seluruh wilayah Indonesia untuk merespon insiden Surabaya, Semarang dan Malang tersebut secara wajar,” tulis Lukas dalam rilis yang juga diterima CNNIndonesia.com tersebut.

Rilis itu merupakan butir-butir pernyataan Lukas dalam konferensi pers di Gedung Negara, Jayapura, pukul 18.00 WIT, Minggu (18/8).

Sebelumnya terjadi pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya oleh sekelompok anggota ormas pada Jumat (16/8) malam. Pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Kota Surabaya, disebut bermula dari peredaran foto bendera merah putih yang rusak di depan asrama tersebut di sejumlah grup WhatsApp.

Polisi sempat mengimbau masyarakat pengepung untuk mundur. Namun, keesokan harinya, pada 17 Agustus, polisi mencoba masuk dan melontarkan gas air mata ke dalam asrama tersebut.

Setidaknya 43 mahasiswa di dalam asrama itu kemudian diamankan. Sementara itu kini mereka telah dipulangkan kembali ke asrama. Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho mengatakan dari hasil pemeriksaan para mahasiswa itu mengaku tak tahu perihal perusakan bendera Merah Putih.

“Pemprov Papua menyatakan empati dan prihati atas insiden terjadi di Kota Surabaya, Kota Semarang, dan Kota Malang yang berakibat adanya penangkapan dan atau pengosongan Asrama Mahasiswa Papua di Kota Surabaya oleh aparat keamanan,” ujar Lukas.

Lukas berharap aparat keamanan bekerja secara proporsional, profesional, dan berkeadilan. Mereka diharapkan pula tidak melakukan pembiaran atas tindakan persekusi atau main hakim sendiri oleh kelompok yang dapat melukai hati masyarakat Papua.

“Hindari adanya tindakan-tindakan yang mengganggu represif, yang dapat menimbulkan korban jiwa, kegaduhan politik, dan rasa nasionalisme sesama anak bangsa,” kata Lukas.

Lukas pun mengimbau kepada masyarakat Papua untuk tidak bertindak melawan perundang-undangan hukum dan norma-norma adat budaya. Lukas pun berharap masyarakat non-Papua mau pula memperlakukan dan menerima baik putra-putra daerah provinsi paling timur di Indonesia tersebut.

“Masyarakat asli Papua menyambut baik dan memperlakukan masyarakat non-Papua secara terhormat dan sejajar [di wilayah provinsi itu]. Oleh karenanya kami berharap kehadiran masyarakat Papua di berbagai Wilayah Provinsi di Indonesia harus juga diperlakukan sama,” kata dia.

“Hal ini merupakan komitmen kita bersama sebagai anak-anak bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang damai, berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan beretika secara budaya,” sambungnya.

Lukas menegaskan di wilayah Indonesia ini harus dihentikan cara-cara inkonstitusional seperti persekusi, main hakim sendiri, memaksakan kehendak, bertindak rasis, diskriminatif, dan intoleran.

Itu, sambungnya, akan melukai hati masyarakat Papua serta mengganggu harmoni kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Kita sudah 74 tahun merdeka, seharusnya tindakan-tindakan: intoleran, rasis dan diskriminatif tidak boleh terjadi di negara Pancasila yang kita junjung bersama,” tulisnya.

Sementara itu Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho mengatakan pihaknya akan tetap mendalami keterangan para mahasiswa. Polisi kini masih mempelajari alat-alat bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara.

“Sementara masih kita pelajari karena itu ada 43 itu perlu dievaluasi secara menyeluruh, sehingga kita tahu bahan keterangannya secara utuh,” kata dia.

Sementara itu, kuasa hukum mahasiswa Papua, Fatkhul Khoir menuturkan polisi telah membuat berita acara pemeriksaan (BAP), dan para kliennya disangkakan Pasal 66 juncto Pasal 24 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Lambang Negara.

Penangkapan para kliennya oleh polisi berdasarkan laporan salah satu ormas tentang perusakan bendera merah putih. Pelapor menuding mahasiswa Papua telah merusak tiang bendera dan membuang ke selokan.

“Namun saat ditanya, rata-rata mereka tidak tahu perusakan bendera mana yang dimaksudkan pelapor,” kata Khoir, yang juga Ketua KontraS Surabaya.

Khoir menyebut sebenarnya para mahasiswa mau kooperatif memenuhi panggilan polisi. Namun mereka khawatir akan terjadi hal yang tak diinginkan jika keluar asrama karena pada Jumat (16/8) sore hingga malam hari saat massa mengepung tempat tersebut.

“Polisi sendiri tak memberi jaminan keamanan,” ucap Khoir.

Khoir menegaskan pihaknya juga menyesalkan tindakan polisi yang mendobrak asrama dan menembakkan gas air mata ke arah mahasiswa. Padahal, mahasiswa saat itu dalam kondisi terkurung dan ketakutan.

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Nasional Tempo.co

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *