Target RUU Pertanahan Selesai September Disebut Tak Realistis
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai target menyelesaikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan pada September mendatang tidak realistis lantaran masih banyak pasal yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil sebelumnya menargetkan hal itu lantaran Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sudah ditunjuk mengkoordinasikan penyelesaian tersebut.
Menanggapi hal itu, Sekjen KPA Dewi Kartika menilai pemerintah dan anggota DPR RI periode pemerintahan kali ini tergesa-gesa dan terkesan memaksakan menjadikan RUU itu sebagai produk hukum di periode mereka. Diketahui, pada Oktober mendatang anggota DPR RI yang baru akan dilantik.
“Itu kan posisinya menjanjikan, sementara dia targetnya tetap September 2019, realistis saja, ini masih reses nih, itu baru janji,” ujar Kartika di Hotel Grand Cemara, Jakarta Pusat, Selasa (13/8).
“Ini kan tetap pekerjaan besar yang tidak realistis kalau DPR RI itu bersikukuh ini harus September ini harus oleh-olehnya DPR periode mereka,” ucapnya.
Ia kemudian menyebutkan, merumuskan pasal-pasal dalam RUU itu tidak bisa asal menuliskan usul masyarakat sipil dalam rentan waktu yang sempit. Pemerintah, lanjutnya, mesti memikirkan pertimbangan merivisi atau menghilangkan pasal lainnya yang juga merugikan masyarakat.
KPA dan kelompok masyarakat sipil lainnya sebelumnya menyatakan penolakan terhadap RUU Pertanahan lantaran tidak menjawab lima pokok krisis agraria dan memiliki sejumlah persoalan dasar.
Menurut Kartika, pemerintah masih harus melakukan kajian akademis yang lebih komprehensif terkait lima masalah tersebut.
Selain itu, Kartika turut menyoroti perintah yang diberikan kepada JK untuk menyelesaikan masalah ini pada periode yang diinginkan agar berjalan sesuai dengan yang diatur dalam rumusan ‘single land administration system’. Menurutnya sistem itu bakal mengatur data tanah agar tak ada perbedaan antar-kementerian terkait.
“Pertanahan bukan soal administrasi saja gitu loh banyak sekali jadi bukan soal sekedar, ‘oh masalahnya cuma tinggal soal ego sektoral, oke, nanti Wapres yang akan damaikan, kan enggak sesimpel itu,” katanya.
Sebelumnya, Sofyan Djalil menyebut penguatan reforma agraria ini dilakukan melalui ‘bank tanah’.
“Misalnya nanti bahwa kalau tanah terlantar akan digunakan ‘bank tanah’ untuk tujuan reforma agraria, sehingga dengan demikian target presiden mencapai reforma agraria akan jauh lebih mudah,” kata Sofyan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (12/8).
Selain ‘bank tanah’ yang akan memperkuat reformasi agraria, Sofyan menyatakan RUU Pertanahan juga akan mengatur soal ‘single land administration system’. Menurutnya, sistem itu bakal mengatur data tanah agar tak ada perbedaan antar-kementerian terkait.
Mantan Menteri Koordinator Perekonomian itu mengklaim pembahasan RUU Pertanahan sudah lebih maju dari sebelumnya. Namun, kata Sofyan, masih terdapat perbedaan pandangan antar-kementerian teknis, terutama Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
Sofyan menyebut Wakil Presiden Jusuf Kalla yang nantinya akan mengoordinasikan agar RUU Pertanahan tersebut bisa selesai pada periode ini. Ia mengatakan Presiden Joko Widodo juga sudah memerintahkan agar RUU Pertanahan bisa segera diselesaikan September 2019.
“Kejar target September selesai. Enggak ada beda-beda. Koordinasi, segera,” tuturnya.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Kompas.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]