Bali Terancam Megathrust, Jokowi Diminta Cabut Aturan Era SBY
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) meminta Presiden Joko Widodo mencabut Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan yang terbit di masa akhir pemerintahan Presiden Susilo bambang Yudhoyono (SBY).
Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati atau Yaya mengatakan Perpres itu mengakomodasi empat megaproyek reklamasi di Bali yang berpotensi menambah konsentrasi massa di pesisi Bali selatan.
Padahal menurut analisis Earth Observatory of Singapore yang dikutip Walhi, Bali terancam gempa magnitudo 9,0 yang berasal dari megathrust atau zona tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
“Sudah seharusnya Presiden Jokowi meninjau ulang terhadap izin regulasi yang telah dikeluarkan dalam situasi rawan bencana, terutama dalam konteks ini Perpres 51 Tahun 2014,” kata Yaya dalam jumpa pers di Kantor Eksekutif Nasional Walhi, Jakarta, Selasa (13/8).
Walhi dan ForBALI mencatat empat megaproyek reklamasi di Bali memiliki luas total 2.274,86 hektare. Proyek-proyek itu adalah reklamasi Teluk Benoa seluas 700 hektare, perluasan Bandara Ngurah Rai seluas 147,45 hektare, perluasan pelabuhan Benoa 1.377,41 hektare, dan pembangunan Bali Sport Hub seluas 50 hektare.
Koordinator Divisi Politik ForBALI Suriadi Darmoko mengatakan empat proyek ini berpeluang mengundang ratusan ribu orang ke pesisir selatan Bali. Ia mengambil contoh reklamasi Teluk Benoa yang ditargetkan menarik 150 ribu tenaga kerja.
Darmoko menilai empat proyek itu berpotensi menambah jumlah korban jiwa jika megathrust menghantam Bali. Sebab wilayah reklamasi juga menghadapi potensi tsunami serta likuifaksi saat gempa dengan kekuatan di atas magnitudo 7,2
“Dengan tiga varian bencana tadi, dan pemerintah membiarkan proyek tetap berjalan, sebenarnya pemerintah menyiapkan kuburan massal di Teluk Benoa,” ujar dia.
Walhi dan ForBALI berharap Jokowi mencabut Perpres tersebut dan kembali ke Perpres 45 Tahun 2011. Sebab dalam Perpres sebelumnya, kawasan Teluk Benoa disebut sebagai kawasan konservasi.
“Kalau kembali ke konservasi, proyek-proyek ini tidak bisa dilanjutkan. Sehingga potensi korban jiwa bisa dikurangi,” ucap Yaya.
Jokowi meminta BMKG tegas kepada pemerintah daerah terkait pembangunan di daerah. Jokowi ingin pembangunan di setiap daerah memerhatikan pula wilayah-wilayah yang berpotensi terjadi bencana.
“(Sampaikan) Ini rawan gempa, lokasi ini rawan banjir, jangan dibangun bandara, jangan dibangun bendungan, jangan dibangun perumahan. Tegas harus disampaikan,” kata Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional BMKG di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/7).
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Tribunnews.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]