Menanti Keputusan The Fed, Harga Emas Dunia Naik Tipis
Harga emas dunia masih merangkak perlahan-lahan seiring penantian investor akan pengumuman hasil rapat Komite Pengambil Kebijakan (FOMC) Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed.
Pada perdagangan hari Rabu (31/7/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Agustus di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) menguat 0,02% ke level US$ 1.430/troy ounce (Rp 643.536/gram; asumsi kurs Rp 14.000/US$).
Adapun harga emas di pasar spot terkoreksi tipis 0,09% menjadi US$ 1.429,5/troy ounce (Rp 643.536/gram).
Sehari sebelumnya (30/7/2019), harga emas COMEX dan spot ditutup menguat masing-masing sebesar 0,65% dan 0,29%.
Pada hari Kamis (1/8/2019) dini hari waktu Indonesia, FOMC The Fed dijadwalkan untuk mengumumkan hasil rapat bulanan edisi Juli 2019. Biasanya Gubernur The Fed, Jerome Powell, akan membacakan kebijakan moneter yang akan diambil oleh The Fed, termasuk suku bunga acuan.
Mengutip CME Fedwatch hari Rabu (31/72019) pukul 09:00 WIB, probabilitas The Fed menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin adalah sebesar 78,1%, naik dari posisi satu hari sebelumnya yang hanya 73,9%.
Sementara probabilitas The Fed memangkas suku bunga acuan 50 basis poin turun dari 26,1% menjadi 21,9%.
Memang, optimisme penurunan suku bunga acuan masih 100% di kalangan pelaku pasar. Dalam kondisi perlambatan ekonomi global yang disertai risiko eskalasi perang dagang AS-China, penurunan suku bunga acuan merupakan langkah yang paling bijak.
Namun pelaku pasar agaknya mulai kurang yakin bahwa The Fed akan memangkas suku bunga dengan sangat agresif.
Tapi entahlah. Pidato Powell pada saat membacakan putusan kebijakan moneter akan sangat menentukan ekspektasi pelaku pasar. Jika nada-nada yang semakin kalem (dovish) kembali terlontar, maka harapan penurunan suku bunga yang agresif makin besar.
Namun bila sebaliknya, penurunan suku bunga acuan boleh jadi amat minim.
Bagi komoditas emas, suku bunga acuan The Fed punya peran yang sangat penting.
Pasalnya, dolar AS yang menjadi basis transaksi emas dunia, akan berisiko terkoreksi kala tidak memiliki suku bunga yang memadai. Apalagi kalau penurunan suku bunga sangat tajam.
Likuiditas akan banjir dan membuat nilai tukar dolar AS terdepresiasi.
Alhasil investor terpapar risiko penurunan nilai aset akibat perbedaan nilai tukar. Sungguh bukan kondisi yang diinginkan.
Dalam kondisi tersebut, pelaku pasar akan banyak mengalihkan asetnya ke bentuk safe haven, salah satunya emas. Emas memang sering dijadikan instrumen pelindung nilai (hedging) lantaran nilainya yang relatif lebih stabil ketimbang instrumen berisiko lain.
Selain itu, pelaku pasar juga masih harap-harap cemas menantikan hasil dari pertemuan tim delegasi dagang AS dan China yang tengah berlangsung di Shanghai.
Berbicara kepada wartawan di Gedung Putih, Presiden Trump mengatakan bahwa pembicaraan dengan China berjalan baik, tetapi Amerika Serikat akan “membuat kesepakatan yang sangat baik atau tidak sama sekali.”
“Kita akan lihat apa yang terjadi,” katanya kepada wartawan.
Kesepakatan yang masih belum pasti membuat bayang-bayang eskalasi perang dagang AS-China bergentayangan. Trump sudah berkali-kali mengancam akan mengenakan bea impor 25% pada produk China senilai US$ 300 miliar yang sebelumnya bukan merupakan objek perang dagang.
Ketidakpastian merupakan iklim buruk dalam investasi. Bahkan menjadi musuh babuyutan para investor. Di tengah ketidakpastian ini, harga emas masih berpotensi untuk meningkat.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Antaranews.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]