Kemesraan Trump-Xi Dongkrak Harga Minyak
Setelah melesat lebih dari 3% kemarin, harga minyak mentah dunia masih terus merangkak naik. Harapan perbaikan hubungan dagang Amerika Serikat (AS)-China terbukti menjadi obat yang manjur di pasar minyak global.
Pada perdagangan Rabu (19/6/2019) pukul 09:00 WIB, harga minyak Brent naik 0,29% ke US$ 62,32/barel. Sementara harga light sweet (WTI) menguat 0,43% menjadi US$ 54,13/barel.
Sehari sebelumnya, harga Brent dan WTI ditutup melesat masing-masing sebesar 1,97% dan 3,79%.
Melalui akun Twitter pribadinya, Presiden AS Donald Trump memberi kabar baik perihal hubungannya dengan Presiden China Xi Jinping.
“Telah melakukan percakapan telepon yang sangat baik dengan Presiden China, Xi. Kami akan melakukan pertemuan tambahan pekan depan pada G-20 di Jepang. Tim kami masing-masing akan memulai pembicaraan sebelum pertemuan,” tulis Trump, Selasa (18/6/2019).
Hanya dengan kabar tersebut, pelaku pasar kembali sumringah. Ternyata perundingan dagang masih akan terus berlanjut. Meskipun kesepakatan yang benar-benar dapat mengakhiri perang dagang agaknya masih jauh, setidaknya risiko eskalasi dapat dihindari.
Pasalnya, Trump sudah berkali-kali menyatakan keinginannya untuk mengenakan tarif baru sebesar 25% pada produk China senilai US% 325 miliar, yang mana sebelumnya bukan objek perang dagang. Bahkan sudah ada kajian tentang dampak implementasi tarif tersebut terhadap konsumen di AS.
“Permintaan minyak mentah global mendapat dorongan atas ekspektasi bahwa dialog dagang (AS-China) menunjukkan sinyal positif setelah cuitan Presiden Trump,” ujar Edward Moya, analis pasar senior OANDA, mengutip Reuters.
Di sisi lain, ketegangan Timur Tengah yang masih tinggi juga memberi tarikan ke atas pada harga minyak. Trump mengatakan bahwa AS sudah bersiap untuk mengambil langkah militer demi mencegah pengembangan senjata nuklir oleh Iran.
Kekhawatiran konfrontasi AS-Iran telah meningkat sejak pekan lalu, setelah terjadi penyerangan pada dua kapal tanker di perairan dekat Selat Hormuz. Berbagai negara menuduh Iran sebagai pihak yang bertanggung jawab atas penyerangan tersebut.
Adanya konflik menimbulkan kekhawatiran atas produksi minyak di sejumlah titik yang akan mengganggu ketersediaan pasokan. Terlebih Timur Tengah merupakan wilayah penghasil minyak terbesar di dunia.
Sementara itu, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya tengah mendiskusikan tanggal pertemuan. Sumber dari OPEC mengatakan bahwa Iran menyarankan pertemuan diundur hingga 10-12 Juli 2019. Jauh hari sebelumnya, pertemuan tersebut direncanakan pada 25-26 Juni 2019.
Pada pertemuan tersebut, kelanjutan kebijakan pengurangan produksi minyak akan diputuskan. Sebagai informasi, awal Desember 2018, OPEC dan sekutunya telah sepakat untuk memangkas produksi minyak hingga 1,2 juta barel/hari sepanjang periode Januari-Juni 2019.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : inilahkoran
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]