BI Masih Pikir-pikir Turunkan Suku Bunga Acuan

Bank Indonesia (BI) mengaku masih mempertimbangkan untuk menurunkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR). Kondisi global serta status neraca pembayaran Indonesia disinyalir masih menjadi alasan bagi otoritas moneter belum mengubah kebijakan suku bunga.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyadari bahwa BI kerap mendapat tekanan untuk segera menurunkan BI 7DRRR. Sebab, saat ini inflasi secara tahunan pada Mei sebesar 3,32 persen masih dalam rentang BI yakni 3 hingga 3,5 persen. Selain itu, penurunan suku bunga juga diharapkan mampu menopang pertumbuhan ekonomi.

Hanya saja, menurut dia, saat ini kondisi keuangan global masih belum stabil seiring perang dagang antara Amerika Serikat dan China, kondisi ekonomi China yang belum stabil, serta cerainya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).

Belum lagi, neraca pembayaran pada kuartal I lalu hanya surplus US$2,4 miliar atau turun dibanding kuartal IV 2018 yang mencatat US$5,4 miliar.

“Jadi kalau mempertimbangkan inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang perlu didorong, memang kami sudah tahu bahwa ada ruang untuk menurunkan suku bunga. Cuma masalahnya, kami perlu melihat bagaimana kondisi pasar keuangan global dan neraca pembayaran yang sampai saat ini kami sudah berdiskusi dari minggu lalu,” ujar Perry, Senin (17/6).

Terlebih lagi, menurut dia, kondisi neraca pembayaran pada kuartal II diperkirakan tertekan. Pasalnya secara tren, transaksi berjalan akan mengalami defisit lebih dalam dibanding periode lain. Ini disebabkan ada repatriasi dividen, pembayaran bunga utang, dan neraca perdagangan yang juga masih mencatat defisit.

Maka itu, BI mengaku sangat hati-hati dengan kebijakan suku bunganya. “Dan itu sebabnya dalam beberapa waktu terakhir kami selalu mempertahankan suku bunga,” jelas dia.

Meski demikian, bukan berarti peluang penurunan suku bunga itu pupus. Ini masih bisa dilakukan asal gejolak pasar keuangan global mereda di semester II, defisit transaksi berjalan yang semakin turun, serta arus modal masuk yang kian marak.

Selain itu, BI pun telah mengatur berbagai kebijakan agar penyaluran kredit bertumbuh sehingga masih bisa menopang pertumbuhan ekonomi. Misalnya, kebijakan memperbanyak likuiditas dengan pelonggaran Rasio Intermediasi Perbankan (RIM) dari saat ini yang hanya 80 persen hingga 92 persen menjadi 84 hingga 94 persen.

“Bukan berarti BI tidak pro-growth, sebagaimana kami sampaikan berkali-kali bahwa bank Indonesia mempunyai instrumen-instrumen lain untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.

Pada Mei lalu, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan 7DRRR di posisi 6 persen pada bulan ini. Tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility juga dipertahankan di level 5,25 persen dan 6,75 persen.

Ini merupakan bulan ke-enam di mana BI masih mempertahankan suku bunga acuannya. Adapun, perubahan suku bunga acuan terakhir terjadi pada RDG BI November 2018, di mana otoritas moneter menaikkan BI 7DRRR dari 5,75 persen ke angka 6 persen. Rencananya, Dewan Gubernur BI akan melaksanakan RDG pada 19 hingga 20 Juni 2019 mendatang.

 

 

 

 

Sumber : .cnnindonesia.com
Gambar : Probiz.id

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *