OJK Nilai BI Perlu Turunkan Suku Bunga demi Rangsang Ekonomi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai Bank Indonesia (BI) perlu segera menurunkan tingkat suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR). Penilaian diberikan terkait penurunan suku bunga acuan yang sudah dilakukan sejumlah bank sentral negara lain demi menjaga pertumbuhan ekonomi mereka.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan penurunan tingkat suku bunga acuan bisa menjadi stimulus bagi dunia usaha di tengah ketidakpastian dan penurunan pertumbuhan ekonomi global belakangan ini. Sebelumnya, Bank Dunia mengoreksi proyeksi laju perekonomian dunia dari 2,9 persen menjadi 2,6 persen pada Juni 2019.
Penurunan proyeksi diikuti oleh sejumlah bank sentral untuk menurunkan suku bunga acuan mereka. Misalnya, bank sentral India, Reserve Bank of India (RBI) dan bank sentral Australia, Reserve Bank of Australia (RBA).
Keduanya sudah melakukan penyesuaian tingkat suku bunga acuan pada pekan lalu. Sementara bank sentral Eropa, European Central Bank (ECB) masih memilih untuk menahan tingkat bunga acuan.
“Dunia sudah mengarah ke penurunan suku bunga. Tidak ada negara yang berpikir untuk menaikkan suku bunga, satu per satu tinggal waktunya saja,” ucap Wimboh di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/6).
Begitu pula dengan Indonesia, sambungnya. Menurutnya, BI perlu segera mengikuti langkah kebanyakan bank sentral negara lain untuk menjaga keseimbangan pasar. “Indonesia sudah waktunya juga, lebih cepat lebih bagus. Tapi timing (pemilihan waktu) dan berapanya biar dihitung Bank Indonesia,” ungkapnya.
Menurutnya, bank sentral nasional perlu menurunkan tingkat bunga acuan karena penurunan tingkat bunga acuan biasanya akan diikuti dengan penurunan tingkat bunga kredit di perbankan. Bila bunga kredit menurun, maka dunia usaha dan masyarakat bisa mendapat sumber likuiditas yang lebih murah untuk menggerakkan roda ekonomi domestik.
Dunia usaha, katanya, bisa meningkatkan produksi, termasuk barang yang bisa diekspor ke pasar internasional. Sementara masyarakat bisa melakukan konsumsi dengan lebih tinggi.
Hasilnya, gerak ekonomi domestik yang bergairah merupakan bantalan utama ketika perekonomian global tengah lesu. Apalagi, isu ketegangan hubungan perdagangan dunia turut menambah potensi penurunan ekonomi ke depan.
“Ini untuk memitigasi potensi penurunan ekonomi dunia yg diproyeksikan juga akan turun dan memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada pengusaha,” terangnya.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Ivooxid
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]