Usai Lebaran, DKI akan Lakukan Pendataan Penduduk
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak akan melakukan operasi yustisi kependudukan, usai Hari Raya Idul Fitri. Sebagai gantinya, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) akan melakukan pendekatan pelayanan kependudukan untuk mendata pendatang baru di Kota Jakarta.
Kepala Disdukcapil DKI Jakarta Dhany Sukma mengatakan, pendataan penduduk akan dilakukan pada 14-25 Juni 2019. Sementara setelah teridentifikasi kantong-kantong pendatang baru, pihaknya akan melakukan pendekatan layanan tersebut.
“Kita langsung pendekatan pelayanan kepada lingkungan masyarakat, dari situlah kita akan memenuhi kebutuhannya,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (9/6).
Ia menjelaskan, status kependudukan ada dua model. Diantaranya yang sifatnya migrasi atau permanen dan
Menurut Dhany, berdasarkan sampling pada 2018 alasan pendatang baru ke Ibu Kota karena pekerjaan dan pendidikan. Ia melanjutkan, ketika penduduk yang ingin menetap di Jakarta otomatis harus melakukan perpindahan administrasi daerah. Dengan syarat harus mengurus surat perpindahan dari daerah asal dan mempunyai tujuan tempat tinggal yang jelas.
Sementara bagi mereka yang tidak ingin menetap di DKI harus didukung dengan dokumen kependudukan seperti KTP elektronik dan Kartu Keluarga (KK) serta dokumen pendukung lainnya. Dhany mengatakan, pendatang baru harus segera melapor ke kecamatan agar dapat dikeluarkan surat keterangan penduduk non-permanen.
“Jadi kita akan berikan dokumen dia yang biasanya tiap tahun diperpanjang atau di update,” ujarnya.
Dhany menjelaskan, penduduk kategori permanen yang melakukan perpindahan ke DKI trennya menurun. Justru penduduk DKI yang keluar daerah trennya meningkat sejak 2017. Ia mencontohkan, data pada tahun 2018, penduduk DKI yang berpindah ke luar daerah jumlahnya lebih besar dari tahun sebelumnya. Ia menyebut, sebanyak 174 ribu penduduk pada 2018 keluar DKI meningkat dari 2017 yakni 145 ribu.
Sehingga, Dhany tak khawatir dengan adanya pendatang baru yang masuk ke Jakarta. Menurutnya, pendekatan operasi yustisi dengan membatasi warga ke Jakarta justru tidak mencerminkan negara yang demokratis. Ia berharap tidak akan terjadi permasalahan baru di Jakarta setelah adanya pendatang baru. Dengan pendataan kependudukan, Pemprov DKI melalui instansi atau Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bisa mengintervensi kebijakan untuk kesejahteraan warganya.
Dhany mencontohkan, setelah pendataan kependudukan lalu teridentifikasi bahwa kebanyakan terkait lapangan pekerjaan. Maka Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi akan mengantisipasi dan mempersiapkannya.
“Jadi data kependuudkan bisa dimanfaatkan untuk peningkatan layanan, perencanaan pembangunan, untuk penegakkan hukum,” jelasnya.
Ia menambahkan, berdasarkan arus mudik pada 2018 jumlah pemudik sebanyak 5.865.000 orang sedangkan saat arus balik lebih banyak menjadi 5.934.000. Sementara proyeksi selisih antara arus mudik dan arus balik 2019 meningkat sekitar 71.737 orang.
Menurut Dhany, pada 2019 ini jumlah pemudik teridentifikasi sebanyak 7,1 juta pemudik. Sementara, untuk jumlah pemudik pada arus balik belum terkumpul. Akan tetapi, berdasarkan data terakhir, baru 1 juta orang yang sampai di Jakarta.
“Kalau untuk yang 2019 ini yang mudik itu teridentifikasi sebanyak 7,1 juta. Tapi untuk yang balik kita masih belum datanya masuk semua. Data terakhir baru 1 juta sekian, artinya masih sepertujuhnya,” jelas Dhany.
Sumber : republika.co.id
Gambar : BeritaJakarta
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]