Perang Dagang AS-China Makin Panas, Harga Emas Naik Terus
Harga emas global masih terus menanjak seiring dengan ketidakpastian ekonomi global akibat perang dagang Amerika Serikat (AS)-China yang semakin memanas.
Pada perdagangan hari Jumat (31/5/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Agustus di bursa New York Commodity Exchange (COMEX) menguat 0,42% ke level US$ 1.297,8/troy ounce. Sedangkan harga emas di pasar spot juga naik 0,3% menjadi US$ 1.292,33/troy ounce.
Sudah tiga hari berturut-turut harga emas selalu ditutup menguat. Pada posisi yang sekarang, harga emas COMEX dan spot menuju penguatan mingguan masing-masing sebesar 1,11% dan 0,6% secara point-to-point.
Salah satu faktor utama yang membuat harga emas meningkat adalah nasib hubungan dagang AS dengan China yang terlihat semakin suram.
Kemarin seorang pejabat senior pemerintah China melontarkan sinyal perundingan dagang dengan AS masih sangat jauh. Pelaku pasar semakin menilai damai dagang hanyalah harapan kosong saat ini.
“Kami menentang perang dagang tapi tidak takut dengan perang dagang. Dengan sengaja memprovokasi perselisihan semacam ini merupakan “terorisme ekonomi, chauvinisme ekonomi, penindasan ekonomi,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri China, Zhang Hanhui, kepada wartawan di Beijing, seperti yang dilansir dari Reuters, Kamis (30/5/2019).
Dalam dua minggu terakhir, China juga telah memberi sinyal akan menggunakan posisi dominannya sebagai produsen “rare earth” dalam perang dagang. Sebagaimana diketahui, rare earth merupakan sekelompok 17 unsur kimia yang digunakan dalam berbagai industri, julai dari elektronik berteknologi tinggi hingga peralatan militer.
Hingga saat ini 80% rare earth yang masuk ke AS berasal dari China.
Harian China Daily juga menulis “pejabat pemerintahan China menegaskan kembali bahwa mereka memiliki ‘toolbox’ yang cukup besar untuk memperbaiki asalah yang mungkin timbul ketika ketegangan perdagangan meningkat, dan siap melawan balik dengan cara apapun,” pada hari Kamis (30/5/2019).
Sikap China itu muncul setelah sebelumnya AS memasukkan raksasa teknologi asal China, Huawei ke dalam daftar hitam. Membuat perusahaan AS tidak lagi dapat membeli produk-produk Huawei tanpa izin dari pemerintah.
Jika perang dagang semakin berlarut-larut dan tereskalasi, maka dampaknya juga akan mendunia. Aliran perdagangan global akan terhambat dan menggiring pertumbuhan ekonomi semakin rendah. Maklum, yang kali ini berseteru adalah dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia, yang mana seluruh negara pasti punya hubungan dagang dengan keduanya baik langsung maupun tak langsung.
Alhasil investor semakin enggan untuk mengalihkan asetnya ke instrumen berisiko seperti saham. Emas yang biasanya menjadi pelindung nilai (hedging) pun dipilih karena risiko koreksi nilai yang relatif lebih kecil.
Sementara itu, pelaku pasar juga masih menanti data inflasi AS yang akan diumumkan malam hari nanti. Pada kuartal I-2019, pembacaan kedua Personal Consumption Expenditure inti (core PCE) tercatat hanya 1%, atau terkoreksi dari pembacaan pertma yang sebesar 1,3%.
Core PCE adalah salah satu indikator yang digunakan Bank Sentral AS, The Fed dalam menentukan suku bunga. Mengingat nilainya yang jauh sekali dari target The Fed yang sebesar 2%, maka potensi penurunan suku bunga semakin besar.
Bila suku bunga The Fed turun, maka keperkasaan dolar akan semakin tergerus dan membuat harga emas menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lain.
Pun saat ini nilai Dollar Index (DXY) yang mencerminkan posisi dolar AS relatif terhadap enam mata uang dunia sudah melemah 0,03%.
Harga emas yang relatif lebih murah tentu saja akan meningkatkan minat investor untuk mengoleksinya.
Sumber : Cnbcindonesia.com
Gambar : cnbcindonesia.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]