Ada Sinyal Bagus dari OPEC, Harga Minyak Terbang Tinggi
Harga minyak melesat lebih dari 1% atas respon terhadap hasil pertemuan panelis tingkat menteri anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Ada sinyal-sinyal dimana OPEC masih akan terus mempertahankan produksi di tingkat yang rendah pada semester II-2019.
Pada perdagangan Senin (20/5/2019) pukul 08:30 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Juli melonjak hingga 1,55% ke level US$ 73,33/barel. Sementara harga light sweet (WTI) terbang 1,53% menjadi US$ 63,72/barel.
Adapun sepekan lalu, harga Brent dan WTI menguat masing-masing sebesar 2,25% dan 1,78% secara point-to-point.
Menteri Energi Arab Saudi, Khalid al-Falih pada hari Minggu (19/5/2019) mengatakan bahwa konsensus anggota OPEC dan sekutunya masih akan terus berusaha mengurangi pasokan ‘secara perlahan’ pasca Juni 2019 mendatang, mengutip Reuters. Namun pihaknya (Arab Saudi) masih tetap akan responsif terhadap pasar yang masih rentan.
Sebagai latar belakang, awal Desember 2018 silam, OPEC+ (OPEC dan sekutunya) telah sepakat untuk memangkas produksi hingga 1,2 juta barel/hari sepanjang periode Januari-Juni 2019. Sejauh ini bahkan OPEC+ terpantau sudah mengurangi produksi hampir sebesar 2 juta barel/hari.
“Pada semester II [2019], pilihan kami adalah menjaga inventori [minyak] agar terus berkurang secara bertahap, perlahan tapi pasti berkurang ke bawah level normal,” ujar Falih pada sebuah konferensi pers setelah pertemuan panelis.
Dengan begitu, pelaku pasar bisa tenang. Setidaknya OPEC+ tidak ingin buru-buru meningkatkan produksi karena harga minyak yang sudah berada di kisaran US$ 70/barel.
Sebelum adanya kabar dari Falih, pelaku pasar sempat khawatir karena mendengar desas-desus produksi minyak bisa naik setelah Juni nanti.
Namun demikian, ketidakpastian sebenarnya masih ada. Karena Falih sendiri juga bilang bahwa keadaan masih bisa berubah pada pertemuan OPEC+ di Wina, Austria pada 25-26 Juni 2019 nanti.
Sementara itu, ketegangan di timur tengah juga masih membawa kekhawatiran akan ketersediaan pasokan minyak mentah di pasar global.
Ketegangan antara Arab Saudi dan Iran kembali memanas setelah terjadi penyerangan di dua stasiun pompa minyak pada jaringan pipa milih perusahaan Aramco.
Arab Saudi menuding Iran sebagai dalang yang memberi perintah penyerangan kepada kelompok Houthi. Namun Iran meradang membantah tudingan tersebut.
Pekan lalu, Arab Saudi melancarkan serangan udara ke Ibu Kota Yaman, Sanaa yang dikuasai kelompok Houthi. Enam orang, termasuk 4 anak-anak dikabarkan tewas dalam penyerangan tersebut.
Bila konflik di Timur Tengah makin memanas, produksi minyak di wilayah sekitar daerah konflik bisa terancam. Pasokan pun akan makin ketat.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Ivooxid
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]