Pasokan Kian Ketat, Harga Minyak Menguat Pekan Lalu
Harga minyak mentah menguat sepanjang pekan lalu. Kenaikan itu dipicu oleh semakin kuatnya persepsi pasar terhadap mengetatnya pasar minyak mentah akibat pasokan yang merosot dari Venezuela dan Iran serta konflik di Libya.
Di saat yang sama, meningkatnya data ekonomi China juga mampu meredakan kekhawatiran terhadap melemahnya permintaan minyak mentah.
Dilansir dari Reuters, Senin (15/4), harga minyak mentah berjangka Brent dan West Texas Intermediate (WTI) masing-masing ditutup di level US$71,55 dan US$63,89 per barel harga pada perdagangan Jumat (12/4). Kedua harga acuan menguat sekitar 1 persen sepanjang pekan lalu.
Penguatan Brent telah terjadi selama tiga pekan berturut-turut. Sementara, WTI tercatat menguat selama enam pekan berturut-turut.
Pada perdagangan Jumat (12/4), pergerakan harga minyak mengikuti kenaikan pasar saham global menyusul data tingginya pendapatan JPMorgan Chase & Co. Selain itu, indeks dolar AS yang keok melawan euro sehingga tertekan ke level terendah dalam dua pekan terakhir juga membuat harga minyak menjadi relatif lebih murah bagi pembeli di luar AS.
“Pasar modal bangkit dengan awal yang baik mengingat masuknya musim pendapatan dan pelemahan indeks dolar membantu untuk memperkuat keyakinan di pasar minyak,” ujar Ahli Strategi Komoditi Senior RJO Future Phil Streible di Chicago.
Harga minyak telah menguat lebih dari 30 persen sejak awal tahun akibat kebijakan pemangkasan pasokan oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Selain itu, kenaikan harga juga didorong oleh pengenaan sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela serta eskalasi konflik di Libya.
“Kondisi geopolitik memicu reli harga ke level menuju atau bahkan melampaui US$80 per barel pada periode intermiten musim panas ini,” ujar RBC Capital Market dalam catatannya.
Pada Jumat (12/4) lalu, Pimpinan Perusahaan Minyak Nasional Libya mengingatkan pertempuran yang kembali terjadi dapat menghilangkan produksi minyak mentah di negaranya.
Aksi Pengeboman
Sumber Reuters dari pasukan tentara militer nasional Libya (LNA) dan penduduk menyatakan aksi pengemboman oleh pesawat tempur terjadi di dekat lapangan minyak dan gas Mellitah pada Jumat (12/4) lalu. Mellitah dioperasikan bersama oleh perusahaan Italia ENI dan perusahaan minyak pelat merah Libya NOC.
Pada Juni mendatang, OPEC dan sekutunya akan menggelar pertemuan untuk memutuskan apakah bakal terus menahan pasokan. Pemimpin de facto OPEC Arab Saudi cenderung ingin mempertahankan kebijakan pemangkasan. Namun, sumber dari OPEC menyatakan Arab Saudi dapat mengerek produksinya mulai Juli jika terjadi gangguan di tempat lain.
Pemangkasan produksi yang dilakukan OPEC ditargetkan untuk mengimbangi lonjakan produksi minyak di AS.
Baker Hughes mencatat, pekan lalu, perusahaan energi AS mengerek jumlah rig yang beroperasi menjadi 833 rig. Kenaikan tersebut terjadi selama dua pekan berturut-turut.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Republika
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]