AS-UE di Ambang Perang Dagang, Euro Tetap Tegar
Belum selesai perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, kini negeri Paman Sam tersebut mulai mengobarkan perang dagang dengan Uni Eropa (UE).
Perekonomian UE yang sedang mengalami perlambatan menjadi semakin terancam, namun hingga Rabu (10/4/19) pagi kurs euro terhadap dolar AS masih terlihat tegar meski harus memangkas penguatan Selasa (9/4/19) kemarin.
Pada pukul 7:33 WIB Rabu pagi, euro diperdagangkan di kisaran US$ 1,1261 atau tidak jauh dari penutupan perdagangan Selasa di level US$ 1,1260, mengutip kuotasi MetTrader 5. Sejatinya pada Selasa kemarin euro sempat menguat ke level US$ 1,1283, namun penguatan tersebut terpangkas akibat kabar perang dagang AS-UE.
Perwakilan Dagang AS (USTR) pada hari Senin kemarin mengajukan daftar produk-produk UE yang akan dikenakan bea impor baru, mulai dari pesawat terbang dan peralatannya, hingga produk olahan susu dan wine. Hal ini dilakukan sebagai balasan subsidi pesawat terbang (Airbus) yang dikucurkan UE.
Total nilai produk yang akan dikenakan bea impor tersebut senilai US$ 11 miliar.
Melansir CNBC International, AS dan UE telah berseteru selama lebih dari satu dekade mengenai subsidi ilegal yang digelontorkan untuk industri pesawat terbang (Boeing di AS dan Airbus di UE) guna meraih keuntungan secara global. Kasus ini bergulir berkali-kali di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
WTO pada tahun lalu menyatakan mengevaluasi permintaan AS untuk mengenakan sanksi produk EU senilai miliaran dolar AS akibat subsidi ilegal ke Airbus.
USTR akan mengumumkan daftar akhir produk-produk yang akan dikenakan bea impor secara lengkap setelah WTO selesai melakukan evaluasi. Proses tersebut diprediksi akan selesai saat musim panas atau sekitar bulan Juni – September.
Langkah yang diambil AS tersebut tentunya menjadi kabar buruk bagi UE yang sedang mengalami pelambatan ekonomi. Perang dagang AS – China menjadi pemicu utama pelambatan secara global, jika ditambah perang dagang AS – UE potensi terjadinya resesi akan semakin nyata.
Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Financial Times
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]