Perang Sipil Libya Buat Ribuan Warga Tripoli Mengungsi
Sekitar 2,800 warga sipil di Tripoli, Libya, dilaporkan mengungsi akibat penyerbuan yang dilakukan oleh pasukan kelompok oposisi dari Benghazi dipimpin Jenderal Khalifa Haftar. Sedangkan sejumlah lainnya disebut masih terperangkap dalam pertempuran.
“Pengerahan pasukan secara besar-besaran bisa membuat warga sipil mengungsi,” demikian laporan kantor bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), seperti dilansir Reuters, Senin (8/4).
Haftar yang memimpin Pasukan Nasional Libya (LNA) memutuskan menyerbu Tripoli sejak akhir pekan lalu. Pertempuran sengit membuat korban tewas saat ini mencapai 32 orang, dan 50 luka-luka.
LNA dibantu pasukan pemerintah poros Benghazi merebut kawasan ladang minyak di wilayah selatan Libya pada awal tahun ini. Serangan ke Tripoli mengejutkan banyak pihak, termasuk pemerintah yang didukung PBB dan Blok Barat (GNA).
Haftar selama ini dianggap sebagai sosok diktator baru pengganti mendiang Muammar Khadaffi. Khadaffi meninggal ditembak pemberontak, setelah tertangkap saat melarikan diri di gorong-gorong.
Selama empat dasawarsa, rezim Khadaffi menyiksa, membunuh dan menghilangkan paksa para penentang dan lawan politiknya. Meski demikian, Haftar menyatakan memusuhi kelompok bersenjata dan militan.
Ada tiga pihak yang mendukung Haftar. Yaitu Mesir, Uni Emirat Arab dan Rusia. Dalam serangan ke Tripoli, Haftar dibantu sekutu mereka di Misrata.
Haftar mempunyai pasukan sebanyak 85 ribu orang. Sedangkan 3500 di antaranya adalah anggota pasukan elite berjuluk Saiqa (kilat).
PBB sudah meminta supaya pemerintah Libya di Benghazi dan Tripoli berunding pada 14 sampai 16 April mendatang untuk menentukan pemilihan umum. Namun, rencana itu sepertinya buyar setelah Haftar memutuskan menyerbu pemerintah yang didukung PBB.
Pertempuran sengit terjadi sejak Minggu (7/4) pekan lalu. Misi PBB untuk Libya (UNSMIL) meminta kedua pasukan melakukan gencatan senjata demi kemanusiaan, pada pukul 16.00 sampai 18.00 waktu setempat.
Sejak pasukan pemberontak yang didukung Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berhasil menumbangkan Khadaffi pada 2011, Libya justru kacau balau.
Pemerintahan Perdana Menteri Fayez al-Sarraj pun tidak efektif. Sebab, dia tidak mampu menjaga wilayahnya karena sejumlah suku mempersenjatai diri dan menguasai ladang-ladang minyak. Di samping itu beberapa kelompok bersenjata saling serang memperebutkan banyak hal.
Sejumlah persenjataan pasukan Libya di masa mendiang Khadafi juga dicuri dan dijual di pasar gelap. Karena konflik terus-terusan terjadi, juga menjadi lahan subur kelompok bersenjata dan persembunyian teroris seperti ISIS, Libya dianggap sebagai negara gagal (failed state).
Sebelum pecah pertempuran, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, sudah berupaya membujuk Haftar supaya mengurungkan niatnya menyerbu Tripoli. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Tempo.co
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]