AS di Ambang Resesi, Harga Minyak Amblas

Harga minyak mentah pada perdagangan Senin pagi ini (25/3/2019) masih berada di zona merah akibat dari kekhawatiran penurunan permintaan di tengah perlambatan ekonomi global dan kekhawatiran terhadap resesi ekonomi Amerika Serikat (AS).

Hingga pukul 8:45 WIB, harga minyak Brent kontrak Mei terkoreksi 0,9% ke posisi US$ 66,43/barel, setelah melemah 1,22% pada perdagangan akhir pekan lalu (22/3/2019).

Adapun jenis light sweet (WTI) kontrak Mei terkoreksi 0,88% ke level US$ 58,45/barel, setelah anjlok 1,68% di akhir pekan lalu.

Selama sepekan, harga Brent dan WTI masing-masing amblas 1,64% dan 1,08% secara point-to-point. Sejak awal tahun, keduanya telah terdongkrak dengan nilai rata-rata sebesar 26,1%.

Pelemahan harga yang terjadi pada akhir pekan lalu disebabkan oleh meningkatnya kekhawatiran pelaku pasar akan terjadinya banjir pasokan akibat permintaan yang tak tumbuh sesuai prediksi.

Pembacaan awal Purchasing Manager’s Indeks (PMI) komposit zona euro periode Maret ternyata berada di posisi 51,3, yang mana turun dari bulan Februari yang sebesar 51,9. Terlebih, nilai tersebut berada di bawah ekspektasi konsensus yang berada di angka 52.

Senada, PMI manufaktur Zona Euro yang dibacakan beriringan juga hanya sebesar 47,6, yang artinya turun dari bulan Februari yang mencapai 49,3. Bahkan nilai tersebut merupakan yang paling rendah sejak April 2013.

Sebagai informasi, nilai di bawah 50 berarti terjadi kontraksi pada aktivitas industri terkait.

Sebelumnya, pembacaan awal PMI manufaktur Jepang periode Maret juga masih sama dengan bulan Februari yang berada di angka 48,9. Artinya, industri manufaktur Negeri Sakura masih lesu akibat berkurangnya permintaan dari China.

Aktivitas industri yang menurun berpotensi membuat permintaan akan minyak juga berkurang. Tak ayal pelaku pasar kembali mencemaskan banjir pasokan yang bisa terjadi pada tahun ini. Lagi.

Namun faktor-faktor yang dapat mengangkat kembali harga minyak masih tetap ada.

Aksi Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya untuk mengurangi pasokan hingga 1,2 juta barel/hari masih mendapat apresiasi dari pasar. Namun memang, hingga kini belum ada bukti-bukti lanjutan yang memperlihatkan aktivitas tersebut.

Terakhir pada bulan Februari, dimana tingkat produksi anggota OPEC periode Januari tercatat berkurang hampir 800.000 barel/hari dibandingkan bulan Desember 2018.

Bila bukti-bukti baru yang positif kembali diperlihatkan, maka kemungkinan harga minyak bisa kembali menguat.

 

 

 

 

Sumber : cnbcindonesia.com
Gambar : Suara.com

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *