OPEC Pangkas Proyeksi, Harga Minyak Brent Melempem
Harga minyak mentah Brent melemah pada perdagangan Kamis (14/3), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan tak lepas dari koreksi Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada proyeksi permintaan mentah. Di saat yang sama, OPEC juga menekankan kebutuhan untuk memperpanjang kebijakan pemangkasan produksi hingga melampaui Juni 2019.
Dilansir dari Reuters, Jumat (15/3), harga minyak mentah berjangka Brent turun US$0,36 ke level US$67,19 per barel. Selama sesi perdagangan, harga Brent sempat menyentuh level tertinggi selama empat bulan terakhir di posisi US$68,14 per barel.
Dalam laporan bulanan yang dirilis pekan ini, OPEC memangkas proyeksi permintaan minyak mentah untuk tahun ini menjadi rata-rata 30,46 juta barel per hari (bph), turun sekitar 130 ribu bph dibandingkan proyeksi yang dibuat bulan lalu. Selain itu, OPEC juga memprediksi pertumbuhan yang kuat pada pasokan dari negera non OPEC.
Ketidakpastian terkait progres pembicaraan perdagangan antara AS dan China serta pertumbuhan ekonomi global turut membebani harga minyak.Pada Kamis (14/3) kemarin, Presiden AS Donald Trump menyatakan pembicaraan perdagangan antara AS-China berjalan baik. Namun, Trump tidak dapat memastikan kesepakatan akhir akan tercapai.
Sementara itu, harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) menguat US$0,29 menjadi US$58,55.
Pada perdagangan Rabu (13/3) lalu, Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat penurunan stok minyak mentah yang mengejutkan. Selain itu, proyeksi pertumbuhan produksi minyak AS juga lebih rendah dari yang diperkirakan.
Selanjutnya, proyeksi permintaan OPEC yang bersifat menekan harga mampu diimbangi oleh kemungkinan perpanjangan kebijakan pemangkasan produksi yang disetujui oleh anggota dan sekutunya, termasuk Rusia. Kebijakan pemangkasan produksi ini telah mengerek harga minyak lebih dari 20 persen tahun ini.
“Hal itu kemungkinan cerminan dari fluktuasi harga yang kita lihat pada harga hari ini,” ujar Ahli Strategi Komoditas Senior RJO Futures Phil Streible di Chicago.
Mengutip laporan Bloomberg yang dikutip Reuters, pertemuan antara Trump dan Presiden China Xi Jin Ping untuk mengatasi masalah sengketa dagang antara keduanya tertunda. Hal itu sesaat menekan harga minyak berjangka.
Flynn juga menilai output industri China yang pada Januari dan Februari hanya tumbuh 5,3 persen, juga menahan kenaikan harga minyak. Pertumbuhan tersebut merupakan yang terlemah selama 17 tahun terakhir.
Di AS, sebuah laporan menunjukkan pejualan rumah baru untuk keluarga pada Januari jatuh lebih besar dari yang diperkiran. Hal itu mengindikasikan pasar rumah melemah lebih awal di kuartal pertama.
Di sisi lain, gangguan pasokan dari anggota OPEC Venezuela dan Iran berkontribusi dalam menopang harga.
Di tengah gejolak politik di Venezuela, sumber dari pelaku industri dan anggota dewan menyatakan dua tangki penyimpanan minyak pada proyek minyak mentah berat meledak di Venezuela bagian timur Rabu (13/3) lalu.
Kendati demikian, terminal pengiriman minyak utama Venezuela telah kembali beroperasi setelah lumpuh akibat matinya listrik selama beberapa waktu lalu.
Di Iran, dua sumber Reuters menyatakan AS menargetkan dapat mengurangi ekspor minyak mentah Iran sekitar 20 persen menjadi di bawah 1 juta barel per hari (bph) mulai Mei 2019 mendatang. Kemungkinan, AS akan menghentikan pemberian pengecualian bagi sisa konsumen minyak Iran.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : politiktoday.com
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]