Harga Minyak Masih Terangkat Sentimen Pemangkasan Stok OPEC
Harga minyak mentah menguat tipis pada perdagangan Senin (18/2), waktu Amerika Serikat (AS), dipicu keyakinan investor terhadap kebijakan pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) bakal mencegah penimbunan bahan bakar.
Di sisi lain, kekhawatiran terhadap perekonomian China membatasi kenaikan harga. Dilansir dari Reuters, Selasa (19/2), harga minyak mentah berjangka Brent naik US$0,16 menjadi US$66,41 per barel. Di awal sesi perdagangan, harga Brent sempat menyentuh level tertinggi tahun ini US$66,83 per barel.
Sementara itu, harga minyak mentah AS naik US$0,47 menjadi US$56,04 per barel.
Kenaikan kedua harga acuan telah terjadi selama lima hari berturut-turut. Sejauh ini, harga minyak mentah berjangka telah menguat hampir 25 persen sejak awal tahun. Melihat kondisi ini, harga minyak akan menunjukkan performa kuartalan terbaik sejak 2011. Hal tersebut tak lepas dari kebijakan pemangkasan produksi yang dilakukan OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia.
“Kita sedang melihat keseimbangan pasar minyak mentah yang paling ketat untuk beberapa tahun terakhir dan dukungan harga tertentu masuk akal untuk saat ini,” ujar lembaga konsultan JBC Energy dalam catatannya.
Pengelola kilang di dunia juga harus membayar lebih tinggi untuk mengamankan pasokan minyak mentah menengah, berat, dan asam yang diproduksi oleh Iran dan Venezuela. Kedua negara tersebut saat ini terkena sanksi oleh AS.
Namun, performa pasar keuangan sedikit tertahan oleh penurunan penjualan mobil di China pada Januari 2019 lalu. Kondisi ini mengerek kekhawatiran terhadap perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut.
Beberapa pelemahan tersebut turut dirasakan di pasar minyak. Namun, sejumlah analis mengatakan tren harga minyak mentah saat ini tetap menanjak.
“Banyak kemungkinan yang dapat berdampak pada harga minyak secara mendalam, coba pikirkan tentang Donald Trump yang tidak dapat diprediksi, Brexit, pembahasan perdagangan atau kenaikan produksi Libya dan/atau Venezuela yang akan terjadi pada akhirnya,” ujar Analis PVM Oil Associates Tamas Varga.
Menurut Varga, data terakhir mengarah pada pengetatan pasar sehingga harga minyak akan cenderung menanjak.
Beberapa analis mengatakan kenaikan terus menerus produksi minyak AS dapat menahan reli harga minyak saat ini.
Pekan lalu, laporan Baker Hughes mencatat perusahaan energi AS mengerek jumlah rig sebanyak tiga rig menjadi 857 rig. Sebagai catatan, kenaikan jumlah rig dapat menjadi indikator kenaikan produksi ke depan.
“Kami berpandangan kenaikan harga minyak saat ini berlebihan dan melihat potensi koreksi yang terus tumbuh” ujar Commerzbank dalam catatannya yang dikutip Reuters.
Menurut Commerzbank, fakta menanjaknya produksi minyak AS yang lebih tajam dari perkiraan sebelumnya saat ini masih diacuhkan.
Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Pasardana
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]