Kementerian Pertanian Ungkap 2 Penyebab Harga Telur Naik

Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian kembali melakukan operasi pasar untuk menekan kenaikan harga telur yang saat ini sudah mencapai Rp 26 ribu hingga Rp 28 ribu per kilogram. Kementan menyebut salah satu penyebab kenaikan harga telur adalah adanya aksi ambil untung yang terlalu besar dari para pedagang di pasaran.

“Ada orang-orang tertentu yang ingin keuntungan sebesar-besarnya, itu yang enggak boleh. Kami lawanlah mereka, dengan kemampuan yang kami punya,” kata Kepala BKP Agung Hendiardi di Toko Tani Indonesia Center, Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat, 28 Desember 2018. “Boleh untung besar, tapi dari volume, jangan margin.”

Agung mengingatkan kepada para pedagang pasar bahwa Kementan bisa saja melakukan operasi pasar yang jauh lebih besar. Saat ini, operasi baru dilakukan dengan 21,5 juta ton telur dan dijual seusai harga acuan Kementerian Perdagangan yaitu Rp 23 ribu per kilogram. “Peternak akan bantu kami, jadi jangan main-main dengan margin keuntungan tadi,” kata Agung.

Adanya aksi ambil untung ini disampaikan Agung lantaran harga di tingkat produsen sama sekali tidak mengalami kenaikan, atau masih sekitar Rp 22 ribu per kilogram. Selain itu, kenaikan permintaan karena momen natal dan liburan akhir tahun pun juga hanya sekitar 10 sampai 15 persen. Itu sebabnya, Kementan menilai kenaikan harga hingga Rp 28 ribu per kilogram ini sangat tidak wajar.

Menurut Agung, para peternak tidak ingin telur-telur produksi mereka dijual dengan harga kelewat tinggi. Dia mengatakan para peternak justru khawatir kalau telur mereka tidak laku lantaran adanya aksi ambil untung sesaat dari para pedagang pasar. Untuk itu, Agung meminta harga telur di tingkat pedagang dijual dengan harga sewajarnya, tak jauh dari harga acuan Rp 23 ribu.

Selain aksi ambil untung, Agung menyebut penyebab kenaikan harga telur adalah rantai pasok yang terlalu panjang. Saat ini, masih banyak jaring rantai pasok antar produsen dan pedagang akhir yang harus melewati dua hingga tiga pedagang perantara. “Itu sebabnya kami potong rantai pasoknya dengan operasi pasar dan penerapan e-commerce,” tuturnya.

Dengan operasi pasar, kata Agung, Kementan melakukan penjualan langsung dari produsen ke konsumen. Tapi lewat skema direct selling atau penjualan langsung ini, Kementan terpaksa menanggung biaya distribusi telur ke konsumen akhir. Sementara lewat aplikasi e-commerce yang telah dikembangkan BKP, penjualan juga diharapkan bisa langsung antara produsen dan pedagang via online. Dua cara tersebut diharapkan bisa menurunkan harga telur.

 

 

 

 

 

Sumber : Tempo.Co
Gambar : Liputan6.com

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *