Jelang Pengumuman Bunga BI, Pasar Obligasi Berbalik Rebound
Harga obligasi rupiah pemerintah berbalik menguat pada posisi siang ini, setelah dibuka terkoreksi tadi pagi setelah suku bunga acuan Amerika Serikat dinaikkan semalam.
Naiknya harga surat utang negara (SUN) itu seiring dengan apresiasi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain.
Penguatan yang terjadi di seluruh pasar obligasi mencerminkan investor global sedang memburu instrumen obligasi setelah kecemasan terhadap pertumbuhan ekonomi AS tahun depan mereda.
Data Refinitiv menunjukkanmenguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder. Yield juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum.
Keempat seri yang menjadi acuan itu adalah FR0063 bertenor 5 tahun, FR0064 bertenor 10 tahun, FR0065 bertenor 15 tahun, dan FR0075 bertenor 20 tahun. Seri acuan yang paling menguat adalah seri FR0065 bertenor 15 tahun dengan penurunan yield 3 basis poin (bps) menjadi 8,2%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Bersamaan dengan kenaikan itu, seri acuan lain juga menguat yaitu 5 tahun, 10 tahun, dan 20 tahun dan membuat yield-nya turun menjadi 7,97%, 7,99%, dan 8,39%. Penguatan juga membuat seri 10 tahun menembus level psikologis 8%.
Apresiasi SBN hari ini juga membuat selisih (spread) obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 524 bps, melebar dari posisi kemarin 520 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun hingga 2,75% dari posisi kemarin 2,81%.
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, saat ini investor asing menggenggam Rp 892,33 triliun SBN, atau 37,63% dari total beredar Rp 2.371 triliun berdasarkan data per 14 Desember.
Angka kepemilikannya masih negatif Rp 8,26 triliun dibanding posisi akhir November Rp 900,59 triliun, tetapi persentasenya masih naik dari 37,8 % pada periode yang sama. Penguatan di pasar surat utang hari ini tidak seperti yang terjadi di pasar ekuitas.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,86% menjadi 6.123 hingga siang ini, sedangkan nilai tukar rupiah melemah 0,31% menjadi Rp 14.480 di hadapan tiap dolar AS.
Penguatan dolar AS tidak seiring dengan turunnya nilai mata uang dolar AS di depan mata uang utama negara lain, yaitu Dollar Index yang melemah 0,08% menjadi 96,995.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi di hampir seluruh pasar yaitu Brasil, China, India, Rusia, Singapura, Thailand, Afsel, dan Indonesia. Di negara maju, penguatan terjadi di pasar bund Jerman, pasar OATs Perancis, pasar JGB Jepang, dan US Treasury.
Sumber : CNBC Indonesia
Gambar : CNBC Indonesia
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]