Cegah Radikalisme, Polri Ingatkan Masyarakat Harus Kritis

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengingatkan, masyarakat untuk tidak menelan secara mentah ajaran-ajaran yang disampaikan kelompok-kelompok tertentu yang tujuannya ingin memecah belah bangsa dengan pemahaman agama yang sempit.

Hal itu dikatakan Dedi menanggapi pernyataan Badan Intelijen Negara (BIN) yang membenarkan adanya tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang terpapar radikalisme. Polri, kata Dedi, melakukan langkah preventif dengan mengajak tokoh agama dan menggandeng aparat pemerintah daerah untuk berkoordinasi membimbing dan mengarahkan masyarakat terkait nilai-nilai kebangsaan.

Menurut Dedi, agama Islam mengajarkan Islam rahmatan lil Alamin. Artinya Islam merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama manusia.

“Betul-betul (masyarakat) melakukan kajian-kajian yang lebih komprehensif. Agama Islam selalu mengajarkan agama yang penuh kedamaian,” ujar Dedi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/11/2018).

Dedi menuturkan, Polri juga memberikan pemahaman dasar mengenai bahaya radikalisme di kalangan perguruan tinggi. Dedi menjelaskan, melalui anggota pembinaan masyarakat, kepolisian juga akan mengadakan program goes to campus untuk menyosialisasikan kontraradikalisme dan ideologi radikal bagi mahasiswa dan mahasiwi.

Program Goes to Campus tersebut merupakan kerja sama dan dialog yang dilakukan Polri yang langsung terjun ke perguruan tinggi dengan memberikan pemahaman bahaya radikalisme di Indonesia.

“Program Goes to Campus dari direktorat bimbingan masyarakat (Binas) baik bimas Baharkam maupun di Polda turun ke kampus bekerja sama dengan tokoh formal dan informal, tokoh agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ada di daerah untuk memberikan pemahaman bahaya radikalisme di Indonesia,” tutur Dedi.

Sebagai informasi, Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri bertugas membina dan menyelenggarakan fungsi pembinaan keamanan yang mencakup pemeliharaan dan upaya peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat dalam rangka mewujudkan keamanan dalam negeri.

Dedi menjelaskan, program Goes to Campus Polri yakni memberikan materi kontra radikalisme seperti kuliah umum. “Kita mengadakan seminar di kampus dan meminta pihak kampus untuk berperan aktif untuk memonitor wilayah kampusnya agar jangan terpapar kelompok-kelompok radikal,” tutur Dedi.

Menurut Dedi, radikalisme sangat berbahaya dan bisa memapar semua lapisan, golongan dan semua latar belakang, sosial, ekonomi dan pendidikan yang berbeda-beda.

“Tujuan terorisme ingin mengganti dasar negara Pancasila menjadi Islam ini sangat berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Dedi. Oleh karena itu, kata Dedi, kalangan kampus diminta untuk berfikir secara komprehensif.

Civitas akademik dituntut tidak hanya menggunakan satu perspektif agama saja. “Kalau pemahaman agama memahami kulit luarnya saja, maka ini sangat rentan terpapar oleh paham-paham radikalisme,” ujar Dedi.

Diberitakan sebelumnya, Juru Bicara Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto membenarkan adanya tujuh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang terpapar radikalisme.

Wawan menuturkan, hasil pengembangan di tahun 2018 tersebut juga mengungkapkan bahwa sebanyak 39 persen mahasiswa di 15 provinsi menunjukkan ketertarikannya pada paham radikal.

“Terkait tujuh PTN yang terpapar radikalisme dan 39 persen mahasiswa di 15 provinsi tertarik dengan paham radikal, benar adanya,” katanya saat ditemui di Restoran Sate Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (20/11/2018).

 

 

 

 

Sumber : kompas.com
Gambar : Liputan6.com

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *