Kekhawatiran Banjir Stok Picu Harga Minyak Anjlok Pekan Lalu
Harga minyak mentah dunia kembali merosot sepanjang pekan lalu. Pelemahan yang terjadi selama enam pekan berturut-turut masih dipicu oleh kekhawatiran terhadap kelebihan pasokan di pasar.
Dilansir dari Reuters, Senin (19/11), harga minyak mentah berjangka Brent turun 4,6 persen secara mingguan menjadi US$66,76 per barel.
Pelemahan yang lebih dalam terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar 5,6 persen secara mingguan menjadi US$56,46 per barel. Pada Selasa (13/11) lalu, harga WTI mengalami penurunan harian terbesar dalam tiga tahun terakhir.
Analis Tyche Capital Advisors Tariq Zahir menilai setelah penurunan tajam pada Selasa (13/11) lalu, pasar mulai stabil pada perdagangan Jumat (16/11) di mana harga Brent mengalami kenaikan tipis sebesar 0,2 persen sementara harga WTI relatif tak bergerak.
Penguatan harga Jumat (16/11) lalu dipicu oleh kemungkinan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menyetujui untuk kembali memangkas produksi pada bulan depan.
Sumber Reuters menyatakan pemimpin OPEC Arab Saudi menginginkan produsen minyak utama memangkas produksi sekitar 1,4 juta barel per hari (bph) atau sekitar 1,5 persen dari pasokan global demi mendukung pasar. Namun demikian, produsen minyak lain Rusia masih ragu untuk menyepakati kebijakan pemangkasan tersebut.
Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger menilai OPEC kemungkinan bakal terdorong untuk melakukan aksi seiring menanjaknya produksi minyak AS.
Di sisi lain, kenaikan terbatas karena pelaku pasar masih berhati-hati menghadapi akhir pekan.
“Hanya jiwa yang berani yang mau pulang pada posisi beli akhir pekan ini, mengingat pembantaian yang dialami (pasar) selama delapan pekan terakhir,” ujar Yawger.
Para menteri negara anggota OPEC akan bertemu pada 6 Desember 2018 di Wina, Austria. Pertemuan dilakukan untuk membahas kebijakan produksi untuk enam bulan ke depan serta meningkatkan kelebihan pasokan di pasar dunia.
Sementara, pemerintah AS mencatat produksi minyak mentah AS kembali mencetak rekor pada pekan pertama November dengan mencapai 11,7 juta bph. Capaian itu menyebabkan peningkatan mingguan stok minyak mentah AS yang terbesar untuk hampir dua tahun terakhir.
Berdasarkan data perusahaan layanan energi Baker Hughes, pengebor minyak AS juga menambah dua rig minyak menjadi 888 rig pada pekan lalu, tertinggi sejak Maret 2015. Sebagai catatan, jumlah rig bisa menjadi indikator untuk pertumbuhan produksi mendatang.
Pengenaan sanksi AS terhadap ekspor Iran bulan ini telah menyebabkan penurunan tajam ekspor minyak Iran selama beberapa bulan terakhir. Penurunan ekspor tetap terjadi meski AS telah memberikan bantalan dengan memberikan pengecualian sementara pada sejumlah negara.
Produsen minyak lain memiliki pasokan lebih dari cukup untuk mengkompensasi hilangnya produksi minyak dari Iran. Kebanyakan analis saat ini melihat kelebihan pasokan yang signifikan dengan naiknya persediaan sehingga memberikan tekanan pada harga.
Takut anjloknya harga minyak pada 2014 kembali terulang, banyak pihak yang berharap OPEC mulai memangkas produksinya dalam waktu dekat.
Sejumlah analis menilai pemangkasan tersebut bakal kembali memulihkan harga, terutama jika produksi turun lebih jauh di Venezuela dan Libya.
“Kita kemungkinan akan kehilangan setidaknya 1 juta bph ekspor minyak dari Iran mulai Desember dan seterusnya,” ujar Kepala Strategi Pasar Komoditi Global BNP Paribas Harry Tchilinguirian di Reuters Global Oil Forum.
Tchilinguirian menyatakan ia tidak akan terkejut jika harga Brent pulih ke level US$80 per barel tahun ini.
Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi AS (CFTC) menyatakan manajer keuangan dan investasi telah memangkas taruhan di posisi harga bakal naik (bullish) pada kontrak berjangka dan opsi minyak mentah AS di New York dan London selama pekan yang berakhir 13 November 2018 sebesar 8.259 menjadi 165.121 kontrak. Jumlah kontrak tersebut merupakan yang terendah sejak 27 Juni 2017.
Pada pekan yang sama, spekulator harga Brent pada Intercontinental Exchange memangkas posisi beli bersih (net long) sebesar 45.216 kontrak menjadi 214.832 kontrak, juga terendah sejak 27 Juni 2017.
Sumber : Cnnindonesia.com
Gambar : SINDOnews
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]