Jokowi Resah CAD Bengkak, Ini yang Bisa Dilakukan Pemerintah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan keresahannya atas data-data ekonomi yang kurang menggembirakan. Dalam pembukaan Trade Expo Indonesia, Jokowi bercerita soal defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD) yang membengkak.
Sebenarnya seperti apa kondisi ekonomi Indonesia?
Untuk diketahui, defisit transaksi berjalan Indonesia di kuartal II-2018 kembali melebar. Data Bank Indonesia (BI) memperlihatkan Current Account Deficit (CAD) mencapai 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau tertinggi sejak kuartal II-2014.
Bahkan BI sudah memproyeksikan CAD kuartal III-2018 bisa lebih membengkak di atas 3% terhadap PDB namun tak sampai 3,5% dari PDB. Tetap saja, membengkaknya CAD bisa menyebabkan sentimen negatif di pasar keuangan Indonesia.
Penyebab dari melebarnya defisit ini terindikasi akibat meningkatnya defisit perdagangan hingga aliran modal asing yang keluar. Tingginya impor tak bisa dibendung dengan kekuatan ekspor
Dari sisi portofolio hingga kini, aliran modal asing yang keluar lebih mendominasi.
Ada beberapa poin penting yang bisa dilakukan pemerintah. Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, memaparkan harus dilihat lebih jauh apakah saat ini program pemerintah yang menggunakan B20 untuk kendalikan impor BBM sudah efektif.
“Kemudian apakah program pemerintah yang me-reschedule proyek infrastruktur itu bisa efektif juga. Dengan proyek-proyek yang ditunda itu harus dilihat berapa besar dan penting program ini memperbaiki CAD,” kata Mirza saat berbincang dengan CNBC Indonesia TV.
Menurut Mirza, memperbaiki CAD bisa dilakukan dengan meningkatkan ekspor, pariwisata, dan bagaimana bisa menekan impor.
“Menekan impor itu bisa datanganya dari mengendalikan volume BBM, kemudian barang modal yang ditahan. Walaupun kita tahu pembangunan itu memang butuh pembiayaan, nah pembiayaan itu memerlukan dana dari luar. Sementara kondisi luar negeri ini dipengaruhi bunga AS yang meningkat, nah dana dari luar itu ingin melihat CAD kita terkendali di bawah 3% dari PDB kalau bisa 2,5% dari PDB,” papar Mirza.
Lebih jauh Mirza mengatakan, neraca pembayaran saat ini sangat dipengaruhi ekspor yang melambat karena harga komoditas batu bara dan kelapa sawit yang jadi andalan Indonesia trennya turun. Sedangkan impor, menurut Mirza jauh lebih deras karena infrastruktur dan meningkatnya harga minyak dunia.
“Negara kita net importir minyak dan sumber energi minyak ini meningkatkan defisit ekspor-impor barang jasa. Harga di ritel masih belum naik tapi harga (BBM) harga industri ini sudah mengikuti internasional. Jadi memang untuk menaikkan harga timing perlu disesuaikan, itu semua tergantung di pemerintah,” papar Mirza.
Sumber : Cnbcindonesia.com
Gambar : Infobanknews
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]