Korea Utara Tolak Denuklirisasi
Menteri Luar Negeri Korea Utara telah memperingatkan bahwa terdapat peningkatan “ketidakpercayaan” antara pemerintah Korea Utara dan Amerika Serikat, serta mengumumkan bahwa negaranya tidak akan mengambil langkah pertama menuju denuklirisasi tanpa jaminan lebih lanjut dari pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Ri Yong-ho, berpidato pada Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Sabtu (29/9), mengatakan Korea Utara semakin frustrasi atas lambatnya kemajuan sejak pertemuan puncak bulan Juni 2018 antara Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
Kim mengatakan dia akan secara permanen membongkar kompleks nuklir utama Korea Utara, tetapi hanya jika Amerika Serikat mengambil tindakan setimpal yang tidak dispesifikasi, dan dia berjanji untuk menerima para pengawas internasional untuk memantau penutupan situs uji coba rudal dan landasan peluncuran.
Tapi Ri mengatakan, Korea Utara belum “melihat aksi tanggapan yang sesuai” dari AS, selain hanya memberlakukan peningkatan penekanan atas sanksi.
“Persepsi bahwa sanksi dapat membuat Korea Utara bertekuk lutut hanyalah fantasi belaka bagi orang-orang yang tidak tahu apapun tentang kami,” katanya, menambahkan bahwa sanksi lanjutan dari AS telah “memperdalam ketidakpercayaan kami” dan memicu kebuntuan diplomasi saat ini. “Tanpa adanya kepercayaan dengan AS, tidak akan ada kepercayaan pada keamanan nasional kami. Dalam keadaan seperti itu, kami tidak akan bersedia secara sepihak melucuti diri kami terlebih dahulu.”
Komentar Ri sangat berbeda dengan pernyataan pada tahun-tahun sebelumnya, ketika Korea Utara mengecam setelah Trump mengancam akan “sepenuhnya menghancurkan” negara itu. Pidatonya jelas dimaksudkan untuk mendorong Amerika Serikat yang waspada untuk menyetujui deklarasi yang secara resmi mengakhiri Perang Korea, yang berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Pemerintah Amerika berhati-hati untuk mendukung deklarasi semacam itu, yang dapat mengarah pada perjanjian perdamaian formal.
Ri mengatakan bahwa sepenuhnya menerapkan perjanjian Singapura, yang tidak jelas, akan berarti bahwa “kecenderungan saat ini menuju mencairnya hubungan akan berubah menjadi perdamaian yang tahan lama dan denuklirisasi lengkap Semenanjung Korea.”
“Semenanjung Korea, tempat terpanas di dunia, akan menjadi tempat lahirnya kedamaian dan kemakmuran.”
Sumber : Matamata Politik
Gambar : Matamata Politik
[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]