Sentimen Sanksi AS terhadap Iran Bikin Harga Minyak Menguat
Harga minyak mentah dunia menguat sepanjang pekan lalu. Pemicu utamanya berasal dari antisipasi pasar terhadap pengenaan sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran yang dapat menggerus pasokan minyak dunia. Namun, kenaikan harga tertahan oleh sentimen eskalasi perang dagang antara AS dan China.
Dilansir dari Reuters, Senin (17/9) harga minyak mentah berjangka Brent sepanjang pekan lalu naik sekitar 1,6 persen menjadi US$78,09 per barel.
Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Interediate (WTI) sebesar 1,8 persen menjadi US$68,99 per barel.
Pekan lalu, harga minyak mentah cukup bergejolak. Harga Brent sempat merosot sekitar dua persen pada perdagangan Kamis (13/9), setelah sehari sebelumnya terkerek hingga ke level US$80,13 per barel, tertinggi sejak 22 Mei 2018.
Harga WTI juga sempat tertekan hingga 2,9 persen pada perdagangan Kamis lalu.
Kendati demikian, pada awal sesi perdagangan Jumat (12/9), harga minyak dunia sempat mengalami reli karena muncul pemberitaan Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo bakal mengumumkan pengenaan sanksi baru terhadap Iran.
“Hal itu membuat potensi penurunan produksi dari sana (Iran) semakin besar,” ujar Analis Price Futures Group Phil Flynn.
Namun, kenaikan harga tertahan setelah Presiden AS Donald Trump menginstruksikan jajarannya untuk merealisasikan pengenaan tarif terhadap US$200 miliar lebih produk impor dari China. Sebagai catatan, eskalasi perang dagang antara AS dan China berisiko menekan permintaan minyak mentah dunia.
“Banyak kepentingan spekulatif yang menginginkan harga Brent terdongkrak ke atas US$80 per barel sebagai dampak dari sanksi AS terhadap pembelian minyak mentah dari Iran. Namun, sejauh ini, setiap pembelian Brent di atas US$79 per barel tidak bertahan lama,” ujar lembaga konsultan Petromatrix dalam catatan risetnya.
Perusahaan energi AS, pekan lalu, menambah jumlah rig untuk dua pekan berturut-turut, mengingat minyak mentah diperdagangkan dengan harga hampir mendekati level tertingginya sejak musim panas 2015. Hal itu terjadi karena sejumlah negara produsen minyak utama dunia memperpanjang kesepakatan untuk membatasi pasokan.
Perusahaan layanan di sektor migas Baker Hughes mencatat pengebor minyak menambah dua rig menjadi 749 rig, tertinggi sepanjang September.
Selain itu, AS juga telah memperbarui sanksi terhadap Iran, setelah keluar dari kesepakatan nuklir yang disepakati pada 2015 antara Iran dan sejumlah negara maju.
Washington mengenakan sejumlah sanksi di sektor keuangan sejak 6 Agustus 2018 lalu. Sementara itu, sanksi pada sektor perminyakan Iran baru akan berlaku pada 4 November 2018 mendatang.
Di sisi lain, pengusaha kilang India yang merupakan pasar minyak tradisional Iran, bakal memangkas pembelian minyak dari Iran untuk September dan Oktober sebesar hampir separuh dari pembelian di awal tahun.
Namun, Gubernur OPEC dari Iran Hossein Kazempour Ardebili menyatakan kepada Reuters kekurangan pasokan akan membuat AS tidak dapat mencapai target penurunan ekspor Iran hingga nol.
Sumber Berita : cnnindonesia.com
Sumber foto : CNN Indonesia
[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]