Turunnya Stok AS Dongkrak Harga Minyak Dunia
Harga minyak mentah dunia menguat pada perdagangan Rabu (12/9), waktu Amerika Serikat (AS). Penguatan terjadi seiring penurunan stok minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan. Selain itu, harga juga masih dipengaruhi oleh kekhawatiran terhadap pengenaan sanksi AS terhadap Iran yang dapat mengganggu pasokan minyak global. Kamis (13/9), harga minyak mentah berjangka Brent menanjak US$0,68 menjadi US$79,74 per barel. Selama sesi perdagangan berlangsung, Brent sempat menyentuh level US$80,13 per barel, tertinggi sejak 22 Mei 2018.
Penguatan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1,12 menjadi US$70,37 per barel, level tertinggi secara mingguan. Berdasarkan data Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA), persediaan minyak mentah AS merosot 5,3 juta barel pada pekan lalu. Padahal, sebelumnya para analis hanya memperkirakan penurunan hanya sebesar 805 ribu barel. “Penurunan stok minyak mentah hari ini sebesar 5,3 juta barel masih di bawah perkiraan (Institute Perminyakan Amerika) namun jauh lebih besar dari penurunan normal sebesar 1 juta barel pada pekan seperti ini,” ujar Presiden Ritterbusch and Associates Jim Ritterbusch dalam catatannya.
Kekhawatiran terhadap pasokan minyak terjadi setelah pengenaan sanksi AS terhadap Iran. Sejak musim semi lalu, saat pemerintahan Donald Trump mengatakan bakal mengenakan sanksi terhadap Iran, pelaku pasar telah menaruh perhatian pada potensi dampaknya terhadap pasokan minyak global. Sanksi AS tersebut bakal berlaku untuk produk ekspor Iran mulai November 2018 mendatang. Pada Rabu (12/9) kemarin, Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengingatkan soal dampak dari pengenaan sanksi AS terhadap Iran.
“Ini merupakan ketidakpastian yang besar di pasar, bagaimana negara-negara yang membeli hampir dua juta barel per hari (bph) minyak mentah dari Iran akan bereaksi. Situasi harus diperhatikan dengan cermat, keputusan yang tepat harus diambil,” ujar Novak. Novak mengatakan bahwa pasar minyak global rapuh akibat risiko geopolitik dan gangguan pasokan. Namun, ia menambahkan, bahwa Rusia dapat mengerek produksinya jika diperlukan.Organisasi Negara Pengekspor Minyak Mentah Dunia (OPEC) memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak pada 2019 dalam laporan bulannya.
OPEC menyatakan bahwa meningkatkan tantangan di beberapa negara berkembang dapat berimbas negatif pada pertumbuhan ekonomi global. OPEC memperkirakan permintaan minyak akan tumbuh sebesar 1,41 juta bph pada 2019, turun sekitar 20 ribu bph dari proyeksi sebelumnya. Pedagang minyak juga memperhatikan perkembangan badai siklon tropis Florence yang diramal bahwa menerjang Pesisir Timur AS pada Jumat pekan ini. Produksi minyak tidak akan terdampak dari terpaan badai tersebut. Namun, evakuasi terhadap lebih dari sejuta penduduk, termasuk bisnis, telah memicu lonjakan permintaan bahan bakar dalam waktu dekat.
Sumber Berita : cnnindonesia.com
Sumber foto : Liputan6.com
[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]