BI Menaikkan Suku Bunga 125 Bps Dalam 4 Bulan, Apa Saja Alasannya?
Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI7DRRR) kembali naik pada Rabu, (15/8/2018) sebanyak 25 basis points (bps) menjadi 5,5 persen. Keputusan tersebut diambil selepas Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan yang dilaksanakan dua hari, yaitu Selasa (14/8/2018) dan Rabu. Adapun dari awal tahun hingga bulan Juli kali ini, BI sudah menaikkan suku bunga sebanyak empat kali, dengan total kenaikan sebesar 125 bps. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo selalu menyebut dalam setiap konferensi pers, kenaikan suku bunga merupakan kebijakan BI yang pre-emptive, prudent, dan ahead the curve. Berikut perjalanan suku bunga acuan sepanjang Januari hingga Juli 2018:
1. Naik 25 bps pada 18 Mei 2018
Kenaikan suku bunga acuan pertama kali terjadi pada 18 Mei 2018. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen. Selain itu Bank Indonesia juga menaikkan suku bunga Deposit Facility 25 bps menjadi 3,75 persen dan suku bunga Lending Facility naik 25 bps jadi 5,25 persen. Gubernur BI saat itu, Agus Martowardojo mengatakan, kebijakan yang ditempuh merupakan bagian dari bauran kebijakan BI untuk menjaga stabilitas perekonomian Indonesia di tengah kondisi ketidakpastian global.
“BI ingin meyakini adanya depresiasi ataupun ekspetasi defisiasi yg dapat menimbulkan resiko kepada inflasi dan kita tidak ingin depresiasi ini berdampak kepada infalsi dan akhirnya berdampak kembali kepada depresiasi,” ujarnya. Namun, ternyata kenaikan suku bunga acuan saat itu tak cukup untuk mengembalikan nilai tukar rupiah. Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI menunjukkan rupiah justru merosot dari posisi sebelumnya, Rp 14.074 pada 17 Mei menjadi Rp 14.107 pada 18 Mei pagi.
2. Naik 25 bps (29 Mei 2018)
BI kembali melakukan RDG pada 28-29 Mei 2018 lantaran posisi rupiah tak kunjung membaik selepas BI7DRRR dinaikkan 25 bps menjadi 4,50 persen pada 18 Juli 2018. Kenaikan suku bunga acuan pada 18 Mei rupanya tak cukup membantu menjaga stabilitas rupiah. Hasil RDG kedua di bulan Mei ini, BI kembali menaikkan suku bunga 25 bps menjadi 4,75 persen.
Pada RDG saat itu, posisi Gubernur BI telah dijabat oleh Perry Warjiyo BI memandang ada kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Fed Fund Rate yang lebih tinggi dan meningkatnya risiko di pasar keuangan global. Sehari setelah BI menaikkan suku bunga acuan, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menguat tipis. Berdasarkan data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang ditampilkan Bloomberg, rupiah menguat tipis 12 poin ke level Rp 13.983 per dollar AS di pasar spot dibandingkan penutupan sehari sebelumnya pada level Rp 14.025 per dollar AS.
3. Naik 50 bps pada 29 Juni 2018
BI memutuskan kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate sebesar 50 bps menjadi 5,25 persen. Sehingga, dalam kurun waktu 2 bulan, BI telah menaikkan suku bunga acuannya hingga 100 bps atau 1 persen. Pada kenaikan suku bunga kali ini pun, Perry mengatakan, stance kebijakan moneter BI berubah dari netral ke cenderung ketat. “Mungkin ranahnya sudah ke ranah kebijakan moneter ketat,” ujar dia ketiak memberikan keterangan pers hasil RDG, Jumat (29/6/2018).
Adapun dasar pertimbangan keputusan ini adalah sebagai langkah pre-emptive BI untuk memperkuat stabilitas ekonomi, utamanya stabilitas nilai tukar terhadap perkiraan kenaikan suku bunga Amerika (Fed Fund Rate) hingga 4 kali tahun dan meningkatnya risiko di pasar keuangan global. Bank Indonesia meyakini kebijakan yang ditempuh dapat memperkuat stabilitas ekonomi khusunya rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pun bergeser naik ke posisi Rp14.309 setelah sempat anjlok ke posisi Rp14.357 per dolar AS.
4. Ditahan pada 19 Juli 2018
Berdasarkan rapat dewan gubernur pada 18-19 Juli 2018, BI mempertahankan suku bunga acuan di angka 5,25 persen. Perry mengatakan, keputusan tersebut konsisten dengan keyakinan dan upaya BI mempertajam daya tarik pasar keuangan domestik di tengah ketidakpastian pasar keuangan global. BI melihat belum ada intervensi ekonomi global yang krusial untuk menaikkan suku bunga. Selain itu, Tingkat inflasi hingga Juni 2018 dinilai masih aman meski naik menjadi 0,59 persen (mtm).
Selain itu, neraca perdagangan Indonesia pada Juni 2018 mencatat surplus, didukung surplus neraca perdagangan nonmigas dan penurunan defisit neraca perdagangan migas. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2018 diperkirakan tetap baik didukung oleh permintaan domestik yang tetap kuat. Perry mengatakan, ke depannya BI akan terus memantau perkembangan kondisi ekonomi global dan melakukan evaluasi secara berkala. “Meski kami hitung ada dua kenaikan fed fund rate, akan kita pantau dari bulan ke bulan aspek yang akan mempengaruhi kenaikan fed fund rate,” kata Perry.
5. Kembali naik 25 bps pada 15 Agustus 2018
Hasil RDG BI pada 14 hingga 15 Agustus 2018 memutuskan untuk kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,5 persen. Pengetatan kebijakan moneter kali ini bertujuan untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik di tengah semakin meningkatnya ketidakpastisan di pasar global yang ditambah oleh krisis di Turki. Selain itu, Perry juga menyatakan, kenaikan suku bunga kali ini juga sebagai salah satu upaya BI untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan (CAD) yang melebar.
“Aliran modal asing di portofolio itu bagus, CAD di bawah 3 persen itu masih aman. Tapi karena kondisi ketidakpastian global, maka BI dan pemerintah sepakat menurunkan CAD ke level yang lebih rendah, lebih dibawah 3 persen, lebih aman,” kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Rabu (15/8/2018). Sebagai informasi, BI mencatat CAD kuartal II 2018 mencapai 8 miliar dollar AS atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini jauh lebih lebih tinggi dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar 5,7 miliar dollar AS atau 2,2 persen dari PDB.
Sumber Berita : kompas.com
Sumber foto : Antaranews.com
[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]