Sri Mulyani Beberkan Jurus RI Genjot Ekspor di Depan Pengusaha

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu), kemarin mengumpulkan para eksportir membahas masalah defisit neraca perdagangan yang sedang jadi persoalan di Indonesia. Pemerintah harus memacu ekspor untuk mengatasi masalah defisit neraca perdagangan. Karenanya, pemerintah mengajak eksportir membahas strategi meningkatkan ekspor.

Eksportir memiliki peran penting sebagai ujung tombak untuk menciptakan keseimbangan neraca perdagangan internasional. Dalam pertemuan dengan para eksportir ini, diharapkan ada poin poin penting yang bisa dihasilkan untuk memacu ekspor. Neraca perdagangan Indonesia pada Juli diperkirakan kembali defisit. Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan dalam acara Gathering Eksportir Indonesia.

“Kinerja perdagangan kita kurang menggairahkan, atau tidak menggairahkan. Januari kita defisit. Dari 6 bulan pertama, 4 bulan itu defisit, Januari defisit, Februari defisit, Maret surplus, April defisit, Mei defisit, Juni surplus,” katanya. Dalam acara yang dihadiri para eksportir ini, Oke pun mempertanyakan kemana saja para eksportir selama ini, sehingga neraca perdagangan terus defisit, yang Juli ini diprediksi defisit lagi.

“Kalau bapak ini eksportir, ke mana saja pak. Insyaallah menurut inteligen, Juli defisit lagi. Jadi kita akan lihat kinerjanya,” sebutnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan betapa pentingnya Indonesia saat ini memacu ekspor, termasuk investasi untuk mendukung ekspor. “Mengapa perlu memacu ekspor dan investasi? karena kita ingin ekonomi kita tetap tumbuh,” kata Sri Mulyani saat memberi pidato di Kantor DJBC, Jakarta Timur, Selasa (7/8/2018).

Selain itu, di tengah pertumbuhan ekonomi yang terus membaik, membuat impor ikut meningkat. Bila tidak diimbangi dengan pertumbuhan ekspor, maka neraca perdagangan, maupun neraca pembayaran akan defisit. Sebab, impor lebih besar dibanding ekspor. “Pertumbuhan kita yang kemarin BPS sampaikan kuartal II 5,27% itu kemudian disertai neraca pembayaran kita yang defisit. Setiap kali kita 1% tumbuh, kita juga harus mengimpor,” jelasnya.

Bahkan sejak pertengahan 2017, kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, impor terus meningkat. “Dan ekspor kita nggak setinggi pertumbuhan impor, sehingga Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan, ekspor lebih kecil dari impor, US$ 1,16 billion (miliar) untuk semester I-2018,” lanjutnya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendapat curhatan dari eksportir, salah satunya eksportir nanas dan pisang, Great Giant Food (GGF).

Keluhan disampaikan oleh Direktur Hubungan Pemerintah GGF Welly Soegiono. Selama ini eksportir Indonesia mendapat diskriminasi dari sejumlah negara tujuan ekspor. “Problemnya adalah, justru di ekspor, kita mengalami masalah terutama pengenaan bea masuk, contohnya ke Korea, pisang kita 30%, tapi Vietnam ke Korea beda. (Bea masuk) pisang kita ke Jepang 3% lebih mahal dari pada Filipina. Kemudain ke Eropa 15%, Filipina nol persen,” ujarnya Selasa (7/8/2018).

Selain itu, saat ini eksportir Indonesia masih kesusahan masuk ke China karena persoalan hubungan dagang. “Nanas ke China kita nggak bisa masuk, karena belum ada perundingan pemerintah Indonesia dengan China. China ambil dari Meksiko yang jauh dari dia, kenapa dia nggak ambil yang lebih dekat, di Indonesia,” ujarnya. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun menampung keluhan eksportir. Dia berjanji bakal menindaklanjuti apa yang menyulitkan eksportir untuk ekspor ke luar negeri.

“Untuk yang pertama saya terima kasih optimisme besar, tarif diskriminatif Indonesia dengan yang lain. Ini adalah kritik yang sangat bagus, dan saya akan sampaikan ke Menko Perekonomian, Saya akan sampaikan langsung kepada kabinet,” ujarnya. Sri Mulyani menilai seharusnya tidak ada diskriminasi yang dilakukan negara negara tujuan ekspor Indonesia. Pemerintah bisa melobi agar tak ada diskriminasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan strategi pemerintah untuk membantu pengusaha meningkatkan ekspor. “Pemerintah dalam menghadapi ini, strategi jelas kita ingin growth tetap, tapi tak ingin keseimbangan di luar jadi buruk. Oleh karena itu kita akan memacu ekspor dan menarik investasi untuk mengurangi ketergantungan impor,” katanya, Selasa (7/8/2018).

“Ini yang sangat sungguh-sungguh oleh pemerintah, makanya sekarang semua lewat Pak Menko (Darmin Nasution), dan kami di Kementerian Keuangan untuk bisa bersama sama memperbaiki kinerja ekspor dan mengurangi ketergantungan impor,” sambungnya. Khususnya di Kementerian Keuangan, kata Sri Mulyani pihaknya memiliki sejumlah instrumen untuk memudahkan eksportir memacu ekspor. Instrumen yang dimaksud, ialah pajak, bea cukai dan belanja negara, serta Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Instrumen ini bisa menjadi insentif buat eksportir. Belum lagi ada tax holiday dan tax allowance yang meringankan beban pajak pengusaha, termasuk eksportir. “Kalau bapak ibu melakukan training untuk pekerja supaya jadi pekerja yang makin baik bisa dikurangkan biayanya (pajak). Kalau melakukan R&D (Research and Development) untuk perbaiki produk, bisa juga dibiayakan untuk mengurangi pajak,” tuturnya.

Lewat Bea dan Cukai, pemerintah juga membebaskan bea masuk buat barang impor yang masuk dalam kategori insentif bisa dibayarkan pemerintah. Dari sisi kepastian dan kecepatan pelayanan, ada sejumlah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. “Kita buat pusat logistik, KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor), kawasan industri tujuan ekspor, dan bagian kita melakukan pelayanan kepada anda (eksportir), sehingga tak perlu berbagai macam yang selama ini dianggp pusing kepada birokrasi,” tambahnya.

 

 

 

 

Sumber Berita : detik.com
Sumber foto :Dream

 

 

[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *