Akibat Perang Dagang, Ekonomi AS Melambat di Bawah Proyeksi

Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) melambat, sedikit lebih lemah dari yang diperkirakan pada kuartal II 2019 ini.

Pada Kamis (29/8/19), Departemen Perdagangan mengumumkan produk domestik bruto (PDB) AS kuartal II hanya tumbuh 2% dari tahun sebelumnya. Bulan lalu sejumlah pengamat memperkirakan ekonomi tumbuh 2,1%.

Ini dikarenakan pertumbuhan belanja konsumen terbendung oleh penurunan ekspor dan peningkatan inventaris. Angka belanja konsumen tumbuh 4,7% pada kuartal II, sedikit melampaui proyeksi 4,3% yang diperkirakan bulan lalu.

Ini merupakan pertumbuhan tercepat sejak kuartal IV 2014. Sementara pertumbuhan inventaris direvisi turun ke tingkat US$ 69,0 miliar di kuartal II dari yang sebelumnya diperkirakan US$ 71,7 miliar.

Sebelumnya pada kuartal I (Januari-Maret), ekonomi AS tumbuh 3,1%. Selama enam bulan awal tahun ini ekonomi telah tumbuh 2,6%.

Pertumbuhan ekonomi AS yang sudah terjadi dalam 11 tahun belakangan, kini berada di bawah ancaman perang dagang antara AS-China yang diciptakan Presiden AS Donald Trump. Perang dagang yang sudah terjadi hampir dua tahun terakhir telah melemahkan investasi bisnis dan manufaktur di AS.

Selain itu, perang dagang antara kedua ekonomi terbesar di dunia itu juga telah mengguncang pasar saham global dan memicu inversi kurva imbal hasil (yields) Treasury AS. Semua kekacauan ini memicu kekhawatiran akan hadirnya resesi.

Ekonomi juga melambat karena stimulus dari paket pemotongan pajak senilai US$ 1,5 triliun AS dan ledakan pengeluaran pemerintah memudar. Ekonom memperkirakan pertumbuhan tahun ini sekitar 2,5%, di bawah target 3% pemerintahan Trump.

Ketika diukur dari sisi pendapatan, ekonomi tumbuh pada tingkat 2,1% pada kuartal kedua. Pendapatan domestik bruto (GDI) tumbuh 3,2% pada kuartal Januari-Maret.

Sementara rata-rata PDB dan GDI, naik pada tingkat 2,1% pada kuartal terakhir, melambat dari laju pertumbuhan 3,2% dalam tiga bulan pertama tahun ini.

Laporan PDB juga menunjukkan defisit perdagangan melebar ke US$ 982,5 miliar di kuartal kedua, bukannya US$ 978,7 miliar seperti yang dilaporkan bulan lalu. Perdagangan memangkas 0,72 poin persentase dari pertumbuhan PDB kuartal terakhir, bukan 0,65 poin seperti yang dilaporkan sebelumnya.

Lebih lanjut, data di sektor manufaktur dan perumahan menunjukkan ekonomi akan terus melambat pada awal kuartal ketiga. Diperburuk oleh belanja konsumen yang kuat dan tingkat pengangguran yang ada di level terendah dalam hampir 50 tahun, yang membuat munculnya kekhawatiran tentang perlambatan kembali pertumbuhan.

Dalam konferensi bank sentral minggu lalu, Gubernur Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) Jerome Powell mengatakan ekonomi berada di posisi yang menguntungkan. Tetapi, ia juga menegaskan bahwa bank sentral AS yang dipimpinnya akan bertindak sesuai dengan keadaan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap pada jalurnya.

Pada akhir Juli lalu The Fed telah menurunkan suku bunga jangka pendek sebesar 25 basis poin (bps), penurunan pertama sejak 2008. Fed menyebut alasannya memangkas suku bunga adalah akibat perang dagang yang memperlambat pertumbuhan global.

Saat ini pelaku pasar memproyeksikan Fed akan kembali memangkas suku bunga sebesar seperempat poin persentase pada pertemuan kebijakan The Fed pada 17-18 September.

 

 

 

 

Sumber : .cnbcindonesia.com
Gambar : Suara.com

 

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

 

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *