Unjuk Rasa Anti Junta Militer Sudan Ricuh, 4 Orang Tewas

Aparat keamanan Sudan bersikap represif dalam membubarkan aksi unjuk rasa pegiat sipil yang menolak pemerintahan junta militer setelah mengkudeta Presiden Omar al-Bashir. Alhasil empat orang meninggal dalam kejadian itu.

Seperti dilansir Reuters, Selasa (14/5), aparat menggunakan senjata api dalam membubarkan massa di ibu kota Khartoum. Dilaporkan seorang polisi dan tiga demonstran meninggal dalam kejadian itu.

Beberapa pengunjuk rasa dilaporkan terluka. Akan tetapi, jumlah pasti korban sampai saat ini belum diketahui. Menurut para demonstran, aksi mereka disabotase oleh para loyalis Al-Bashir. Sedangkan Dewan Peralihan Militer (TMC) menyatakan ada pihak-pihak yang mendompleng dan membuat rusuh serta sengaja ingin menghambat perundingan antara kelompok sipil dan militer.

“Keselamatan rakyat yang utama. Satuan paramiliter Pasukan Gerak Cepat dilarang menembakkan senjata, tetapi kami juga tidak membolehkan kekacauan,” demikian pernyataan TMC.

Dewan Militer dan sejumlah tokoh oposisi Sudan menyatakan sepakat membentuk pemerintah gabungan sementara untuk meredakan ketegangan di antara masyarakat. Mereka menyatakan hal itu dilakukan untuk mempersiapkan masa peralihan.

Dewan Gabungan itu terdiri dari sejumlah tokoh sipil dan militer. Kelompok oposisi mendesak lembaga itu berisi 15 orang, dan meminta jatah 8 kursi bagi sipil. Namun, nampaknya militer Sudan belum sepakat dengan hal itu.

Mereka menyatakan akan menjadi lembaga yang berdaulat penuh, sebelum pemerintahan peralihan terbentuk.

Unjuk rasa besar-besaran dimulai pada 19 Desember 2018, dipicu keputusan Al-Bashir memutuskan menaikkan harga roti tiga kali lipat. Namun, lebih dari itu sebenarnya kelompok oposisi menyatakan masa pemerintahan adalah rezim diktator dan korup.

Gelombang unjuk rasa lantas menyebar ke penjuru Sudan dan mendesaknya mundur setelah tiga dasawarsa berkuasa.

Mereka khawatir bakal bernasib seperti Mesir, di mana revolusi untuk menumbangkan rezim Husni Mubarak kini terlihat semu. Sebab, militer kembali melakukan kudeta terhadap pemerintahan Muhammad Mursi, dan kini mantan menterinya, Abdel Fattah Saeed Hussein Khalil El-Sisi, dikhawatirkan meneruskan jejak Mubarak menjadi diktator.

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : VOA Indonesia

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *