BI: Ekonomi Global Melambat Tapi Pasar Keuangan Membaik

Pertumbuhan ekonomi global cenderung melambat. Sementara pada saat yang sama, ketidakpastian di pasar keuangan menjadi berkurang sekaligus membuat pasar keuangan membaik.

Deputi Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, IGP Wira Kusuma mengatakan, kondisi ini berbanding terbalik dengan keadaan di 2018 silam. Sepanjang 2018, pertumbuhan ekonomi global tercatat tinggi yaitu 3,7 persen yang dimotori oleh pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS).

Pada saat yang bersamaan, pasar keuangan global dirundung ketidakpastian lantaran bank sentral Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga acuannya, Fed Fund Rate (FFR) sebanyak empat kali.

“Perekonomian dunia dari 2018 ke 2019 terjadi perubahan dinamika perekonomian global. Kalau kami bagi perekonomian dunia maka menjadi dua bagian besar, yaitu sektor riil dan sektor keuangan,” katanya, Sabtu (23/3).

Ia menuturkan, perlambatan pertumbuhan ekonomi global dipicu oleh pelemahan pertumbuhan ekonomi di AS dan China yang merupakan dua negara dengan perekonomian besar.

Tahun ini, Negeri Paman Sam diprediksi hanya mampu tumbuh 2,5 persen dan China hanya mampu tumbuh 6,2 persen dari target semula 6,4 persen. Selain dua negara adidaya itu, target pertumbuhan ekonomi di kawasan Eropa juga diturunkan menjadi 1,6 persen dari sebelumnya 1,9 persen. Akibatnya, World Economic Outlook (WEO) merevisi turunnya proyeksi ekonomi global dari 3,7 persen menjadi 3,5 persen.

“Hal tersebut menyebabkan beberapa variabel ekonomi dunia, seperti volume perdagangan dunia juga melambat. Selain itu, harga-harga komoditas juga turun,” imbuhnya.

Namun sebaliknya, angin segar justru datang ke pasar keuangan global. Pemicunya, The Fed lebih cenderung dovish tahun ini ketimbang tahun lalu sehingga mengurangi ketidakpastian di pasar.

Wira mengatakan, kondisi ini mendorong pertumbuhan likuiditas di negara berkembang, termasuk Indonesia. Sejak awal tahun hingga Jumat (22/3), bank sentral mencatat aliran modal asing ke dalam negeri (capital inflow) mencapai Rp74,4 triliun secara tahun kalender (year-to-date). Sebagian besar aliran dana yang masuk berbentuk transaksi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp62,5 triliun atau 84 persen dari total inflow. Sementara itu, Rp11,9 triliun sisanya berupa aliran dana untuk transaksi saham.

Jika ditambah dengan aliran investasi riil, dana yang masuk ke Indonesia berada di kisaran US$6,3 miliar atau sekitar Rp88,2 triliun.

Dengan pertimbangan kondisi itu, lanjutnya, dimana faktor eksternal cenderung melambat, maka BI akan mengandalkan permintaan domestik untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

“Sektor eksternal melambat, ekspor impor melambat, maka sumber pertumbuhan ekonomi domestik akan mengandalkan permintaan domestik yaitu konsumsi dan investasi,” tuturnya.

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Jawa Pos

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *