Harga Minyak Dunia Tertekan Stok AS dan Ekonomi Global

Harga minyak dunia merosot pada perdagangan Kamis (21/2), waktu Amerika Serikat (AS), dipicu kenaikan produksi dan persediaan minyak mentah di AS. Harga minyak juga turut dibebani kekhawatiran terhadap perlambatan laju ekonomi global.

Dilansir dari Reuters, Jumat (22/2), harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) turun US$0,13 menjadi US$57,03 per barel. Pelemahan juga dialami oleh harga minyak mentah berjangka Brent sebesar US$0,01 menjadi US$67,07.

Sehari sebelumnya, harga WTI dan Brent sempat menyentuh level tertingginya sepanjang 2019, yaitu US$57,55 dan US$67,38 per barel.

Pasokan minyak mentah AS menanjak selama 5 pekan berturut-turut ke level tertingginya selama lebih dari setahun terakhir. Hal itu terjadi seiring tingginya produksi minyak mentah dan perawatan musiman yang membuat utilisasi kilang rendah pekan lalu.

Berdasarkan data Badan Administrasi Energi AS (EIA), Pasokan minyak mentah AS naik 3,7 juta barel menjadi 454,5 juta barel pada pekan yang berakhir 15 Februari 2019. Level stok tersebut merupakan yang tertinggi sejak Oktober 2017. Bahkan, kenaikan tersebut terjadi di tengah melonjaknya ekspor minyak mentah AS sebesar 1,2 juta barel per hari (bph) menjadi 3,6 juta bph.

“Seluruh hal dalam laporan tersebut bersifat menekan harga, khususnya pasa kenaikan stok minyak mentah yang cukup kuat,” ujar Analis Commerzbank Cartsen Fritsch di Frankfurt, Jerman.

Tak hanya itu, lanjut Fritsch, melonjaknya produksi minyak mentah AS ke level 12 juta bph juga turut menekan sentimen terhadap harga. Tahun lalu, AS merupakan produsen minyak terbesar di dunia.

Di sisi lain, penurunan harga dibatasi oleh pelaksanaan kebijakan pemangkasan produksi oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, atau OPEC+. Selain itu, tekanan terhadap harga juga ditahan oleh sanksi AS terhadap ekspor perminyakan Vanezuela dan Iran serta pembahasan untuk penyelesaian sengketa dagang antara AS dan China.

Pada Januari lalu, OPEC+ menjalankan kesepakatan pemangkasan produksi minyak mentah sebesar 1,2 juta bph. Hal itu dilakukan untuk menahan peningkatan pasokan di pasar sehingga harga bisa kembali terkerek.

Pada Rabu (21/2) lalu, anggota OPEC Nigeria juga memberikan sinyal bakal membatasi produksinya setelah menanjak pada Januari lalu.

“Keinginan kelompok OPEC+ untuk mematuhi kesepakatan pemangkasan produksi akan tetap mendukung harga minyak yang berlaku hingga jadwal pertemuan berikutnya pada April,” ujar Analis Energi Senior Interfax Energy Abhishek Kumar di London.

Kumar juga menilai penurunan tajam dari ekspor minyak Iran dan Venezuela akan terus mengerek sentimen kenaikan harga di pasar. Di saat bersamaan, produksi minyak di Libya juga tertahan oleh aksi demo.

Selanjutnya, pembicaraan perdagangan antara AS -China untuk menyelesaikan sengketa di antara keduanya juga menunjukkan kemajuan. Hal itu mendorong kenaikan harga minyak mentah. Selama ini, sengketa dagang antara dua perekonomian terbesar ini telah menahan laju pertumbuhan ekonomi global.

Sumber Reuters menyatakan kedua negara mulai menyusun kerangka komitmen secara prinsip pada poin-poin persengketaan.

Kendati demikian, sejumlah analis mengatakan perlambatan perekonomian global yang sinyalnya mulai terlihat pada tahun lalu turut menahan kenaikan harga pekan ini. Akibatnya, harga minyak tak mampu melampaui level harga pada perdagangan Rabu (21/2) lalu.

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Victory News

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *