Emas Tergelincir Akibat Pasar Saham dan Dolar AS Menguat

Harga emas tergelincir akibat pasar saham dan dolar Amerika Serikat (AS) telah mendapatkan dorongan dari investor yang mulai kembali percaya diri untuk terjun ke investasi berisiko. Hal itu, seiring dengan meningkatnya harapan mendinginnya perang dagang antara AS dan China.

Direktur Perdagangan Komoditas Logam High Ridge Futures David Meger mengatakan, pasar ekuitas terpantau akan melanjutkan kenaikannya seiring dengan rencana Amerika Serikat yang akan menurunkan tarif perdagangan dengan China.

“Hal tersebut mengakibatkan aset investasi aman seperti emas telah berbalik lemah,” ujar David seperti dikutip dari Reuters, Minggu (20/1/2019).

Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di bursa spot bergerak melemah 0,77% atau turun 9,94 poin menjadi US%1.282,11 per troy ounce. Adapun, harga emas telah mencapai level terendahnya sejak 9 Januari 2019 di US$1.280,85 per troy ounce.

Hal tersebut diakibatkan pasar saham global yang telah melaju ke level tertingginya dalam lebih dari 1 bulan, sementara Wall Street telah mendapatkan dorongan tambahan dari data manufaktur bulanan yang menunjukan pertumbuhan sehingga memberikan keoptimistisan bagi pasar pada aset investasi yang lebih berisiko.

Wakil Eksekutif Presiden Layanan Investasi di Dillon Gage Metals Walter Pehowich nenilai bahwa emas kini sulit untuk menembus level resistennya yaitu US$1.300 per troy ounce akibat tidak adanya katalis fundamental lain untuk membawa emas menanjak dan melewati batas level tersebut.

“Selain itu, aksi ambil untung oleh investor kini cenderung telah banyak dilakukan,” ujar Walter.

Dolar AS menuju kenaikan mingguan pertamanya dalam 5 minggu terakhir, meskipun dibayangi oleh sentimen dari sikap Presiden Federal Reserve New York John Williams yang mengatakan penutupan pemerintah AS terlama sepanjang masa saat ini, akan memberikan dampak perlambatan bagi ekonomi dalam negeri.

Walter mengatakan harapan pasar terhadap indeks dolar yang akan berada pada posisi jual tersebut tidak terjadi. Oleh karena itu, pasar menilai saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan aksi ambil untung. “Ini adalah reli penguatan dolar yang baik,” ujar Walter.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan mayoritas mata uang lainnya bergerak pada zona hijau, menguat 0,28% atau naik 0,271 poin menjadi 96,336.

Di sisi lain, logam autokatalis atau paladium juga ikut tergelincir sebesar 1,29% turun 18,07 poin menjadi US$1.381,42 per troy ounce. Penurunan tersebut terjadi setelah Paladium mencapai level tertingginya sepanjang masa, yaitu US$1.434,50 per troy ounce pada Kamis (17/1/2019).

Walaupun demikian, paladium masih tetap berada pada jalur kenaikannya atau tren bullish dalam 4 minggu berturut-turut.

“Paladium naik terlalu jauh dan terlalu cepat. Banyak kabar baik yang muncul antara negosiasi dan penjualan mobil domestik di China telah mengering dan menyebabkan harga paladium kini terkoreksi,” ujar Walter.

Logam, yang umumnya digunakan sebagai katalis penurun emisi untuk kendaraan, telah naik lebih dari 60% sejak mengalami tren bearish atau bergerak turun berada di level terendahnya pada pertengahan Agustus 2018.

Bahkan, Paladium telah menyalip kenaikan harga emas untuk pertama kalinya dalam 16 tahun pada awal Desember 2018 lalu.

Kendati demikian, mayoritas analis mengaku tetap optimistis terhadap logam paladium yang terpantau telah menunjukkan permintaan yang berlimpah beberapa bulan ini.

Sementara itu, logam mulia lainnya, platinum turun 1,56% menjadi US$ 797,66 per troy ounce, sedangkan perak turun 1,22% menjadi US$15,33 per troy ounce, berhasil berbalik positif setelah tergelincir ke level terendahnya sejak 2 Januari 2019.

 

 

 

 

 

Sumber : bisnis.com
Gambar : Tempo.co

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *