Melesatnya Produksi AS Tekan Harga Minyak Global

Harga minyak mentah dunia merosot sekitar 2 persen pada perdagangan Kamis (17/1), waktu Amerika Serikat (AS). Pelemahan dipicu kekhawatiran terhadap melesatnya produksi minyak AS di tengah risiko penurunan permintaan global.

Dilansir dari Reuters, Jumat (18/1), harga minyak mentah berjangka Brent tergelincir US$1,06 atau 1,7 persen menjadi US$60,2 per barel.

Pelemahan juga terjadi pada harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$1 atau 1,9 persen menjadi US$51,31 per barel.

Dalam laporan pasar bulanan, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas proyeksi rata-rata permintaan minyak mentah pada 2019 dari rata-rata tahun lalu sebesar 910 ribu barel per hari (bph) menjadi 30,83 juta bph.

OPEC menyatakan produksinya turun 751 ribu bph pada Desember 2018. Kondisi itu menandakan OPEC tengah berada di jalur untuk memenuhi kesepakatan pemangkasan produksi antar anggota OPEC dan sekutunya, termasuk Rusia.

Namun, meski OPEC dan sekutunya memangkas produksi, produksi minyak AS telah melesat hingga mendekati 12 juta bph pada pekan terakhir. Beberapa trader dan investor khawatir pertumbuhan pasokan global tahun ini bakal melampaui pertumbuhan permintaan.

“Hal itu akan membebani pasar setidaknya sampai kita mendapatkan beberapa informasi baru,” ujar Senior Vice President INTL Hencorp Futures Thomas Sal di Miami.

Menurut Sal, investor telah mengantisipasi kenaikan produksi minyak AS dan memasukkan sebagai pertimbangan di pasar.

“Jadi, karena itu harga turun sedikit dan tidak turun banyak,” ujarnya.

Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat produksi minyak AS telah menanjak 2,4 juta barel per hari (bph) sejak Januari 2018. Kondisi itu diikuti oleh kenaikan pasokan minyak mentah dan produk kilang secara tajam.

Sebagai tanggapan atas anjloknya harga pada paruh kedua tahun lalu, OPEC dan sekutunya sepakat untuk memangkas produksi sebesar 1,2 juta bph tahun ini.

Saat ini, harga minyak masih 20 persen di atas level terendah yang terjadi pada akhir Desember. Kendati demikian, sejumlah analis menyatakan minyak Brent telah diperdagangkan di level US$60 bawah per barel dan minyak mentah AS di level US$50 bawah per barel akibat kekhawatiran terkait hubungan perdagangan antara AS dan China serta proyeksi ekonomi China.

“Harga Brent harus bergerak melewati US$62 per barel baru kita bisa berbicara soal US$65 per barel,” ujar Kepala Komoditas BNP Paribas Harry Tchilingurian dalam Reuters Global Oil Forum.

Menurut Tchilingurian, setelah itu, pintu untuk menyasar level US$70 per barel akan terbuka. Dengan catatan, tidak ada pemberitaan negatif baru terkait pembicaraan perdagangan AS-China yang menimbulkan kecemasan tingkat tinggi pada Desember 2018 lalu.

 

 

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : Tribunnews.com

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *