DPR RI Segera Rampungkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual agar menjadi landasan hukum membela korban kekerasan seksual.

“Usai masa reses berakhir dan dewan bersidang kembali padatanggal 21 November 2017, DPR RI bersama pemerintah akan mengebut penyelesaian RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” kata Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo dalam keterangan tertulisnya, Senin (19/11).

Langkah tersebut didorong maraknya berbagai tindak kekerasan seksual terhadap perempuan akhir-akhir ini, terbaru kasus Baiq Nuril yang merupakan eks tenaga honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Setelah mendapat banyak masukan dari berbagai Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Panita Kerja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, kata Bambang, DPR RI akan memformulasikannya ke dalam berbagai pasal-pasal.

“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bukan hanya akan mengatur hukum terhadap pelakunya, melainkan juga akan memberikan perlindungan kepada korban, terutama juga memfokuskan pada tindakan pencegahan atau preventif,” ujarnya.

Berbagai pihak, kata dia, sudah dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut, antara lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), Komnas Perempuan, Aliansi Cinta Keluarga Indonesia, dan para pakar hukum pidana.

Pelibatan organisasi keagamaan itu, menurut Bambang, dimaksudkan agar RUU tersebut bisa kuat secara aspek moral dan agama sehingga akan memperkuat semangat dalam implementasinya di lapangan.

Apabila ada anggapan DPR RI tidak serius menyelesaikan RUU ini karena sebagian besar anggota dewan adalah pria, menurut dia, itu adalah salah besar karena kekerasan seksual tidak hanya terjadi pada perempuan saja, kaum pria dengan maskulinitasnya juga rentan terhadap kekerasan seksual.

“Disahkannya RUU tersebut akan menjadi salah satu jalan keluar agar tindak kekerasan seksual bisa diproses tuntas secara hukum. Sekaligus menjadi pegangan bagi para penegak hukum agar bisa memberikan keadilan,” katanya.

Selain itu, Bambang mengaku prihatin dengan kasus yang menimpa Baiq Nuril karena melaporkan tindakan kekerasan seksual yang diterimanya, justru dikriminalisasi dengan vonis penjara 6 bulan dan denda Rp500 juta.

Padahal, menurut dia, saksi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam persidangan sudah menyatakan bahwa apa yang dilakukan Baiq Nuril tidak melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Dalam menjatuhkan vonis, hakim seperti kekurangan dasar hukum dan terkesan tidak cermat lantaran tidak adanya UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang menjadi dasar utama pembelaan terhadap kaum perempuan,” tukasnya.

 

 

 

 

 

 

Sumber : akurat.co
Gambar : Kupastuntas.co

 

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *