RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan Dinilai Tidak Laik Diundangkan

Rakyat Menggugat yang terdiri dari berbagai tokoh lintas agama dan profesi menilai Rancangan Undang Undang (RUU) Pesantren dan Pendidikan Keagamaan tidak laik dan tidak perlu diteruskan menjadi Undang Undang.

Kesimpulan tersebut diambil melalui sebuah forum diskusi dengan tajuk ‘Mengkritisi Kebebasan Beribadah Dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan’ di Hotel Neo, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu (14/11/2018) malam.

“RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan tidak laik untuk diundangkan. Selain karena tidak adanya kepastian naskah akademik, RUU ini sebaiknya diatur dalam peraturan menteri saja,” ujar Rinto Wardana selaku salah satu narasumber dalam acara tersebut.

Menurutnya, bagaimana bisa RUU ini ditegakkan jika sanksi terhadap pasal per pasal tidak diatur di dalamnya.

Dengan kata lain, RUU tersebut tidak mengatur sanksi bagi setiap orang yang melanggarnya.

Beberapa Pasal yang menarik perhatian dan dikritisi oleh Presidium Rakyat Menggugat antara lain Pasal 69 Ayat 1, 3 dan 4, Pasal 85 Ayat 1,3 dan 4.

Pasal 69 Ayat 3 mempersyaratkan untuk dapat dilakukannya katekisasi dan sekolah Minggu harus diikuti minimal peserta 15 orang.

Untuk diketahui, katekisasi itu adalah ibadah pembinaan warga jemaat yang dimaksudkan untuk mempersiapkan jemaat memasuki perkawinan, naik sidi dan lain-lain sebagainya.

“Jika mengacu pada logika Pasal 69 Ayat 3 maka untuk dapat dilakukannya katekisasi harus menunggu sampai 15 orang yang akan menikah. Barulah kemudian dapat dilakukan katekisasi. Ini kan aneh,” tutur Rinto Wardana.

Selanjutnya dalam Pasal 69 ayat 4, kegiatan peribadahan dalam bentuk katekisasi dan sekolah Minggu harus mendapatkan ijin dari kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota setelah memenuhi syarat pendirian satuan pendidikan.

“Ini ngaco. RUU ini tidak diperlukan. Isi dari RUU ini cukup diatur dalam peraturan setingkat Peraturan Menteri Pendidikan karena maksud dan tujuannya lebih kepada pemerataan alokasi dana pendidikan dengan sekolah-sekolah non formal,” ucap Rinto Wardana.

Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI menyetujui Rancangan Undang Undang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi Rancangan Undang-Undang Usul Inisiatif DPR RI pada Selasa (16/10/2018).

RUU yang diinisiasi oleh Fraksi PKB dan PPP ini selanjutnya akan dibahas bersama pemerintah.

Namun, RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan ini menuai polemik dan kontroversi di kalangan masyarakat karena dianggap mengekang kebebasan beragama dan tidak laik untuk diundangkan.

 

 

 

 

 

Sumber : tribunnews.com
Gambar : Tribunnews.com

 

 

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *