Mendag Sebut Tekanan Rupiah Berkurang Jika Harga Minyak Turun

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyebut tekanan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akan berkurang dalam jangka pendek jika harga minyak mentah dunia turun.

Menurutnya, harga minyak mentah dunia yang menjulang saat ini menjadi salah satu penyebab depresiasi nilai tukar rupiah hingga menembus level Rp15.000 per dolar AS.

Sebagai informasi, harga minyak mentah dunia WTI Crude Oil (Nymex) saat ini di level US$75,13 per barel dan Brent Crude (ICE) di level US$84,8 per barel.

“Dalam jangka pendek akan bergantung pada harga minyak dunia dan kebijakan AS,” ucap Enggartiasto kepada CNNIndonesia.com ditemui di Zurich, Selasa (2/10).

Ia menyebut nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang sedikit memburuk saat The Fed menaikkan suku bunga acuan pada pekan lalu. Namun, keputusan Bank Indonesia (BI) yang ikut mengerek suku bunga acuan untungnya berhasil tak membuat rupiah terperosok cukup dalam pada pekan lalu.

Di sisi lain, harga minyak mentah dunia yang tak bisa dibendung kenaikannya membuat rupiah yang beberapa hari terakhir stabil di level Rp14.800-Rp14.900 per dolar AS, kembali ke area Rp15 ribu per dolar AS.

“Rupiah memang ketergantungannya banyak, kebutuhan dolar AS besar,” ucap Enggartiasto.

Maklumlah, jumlah impor Indonesia masih jauh lebih tinggi dibandingkan nilai ekspornya. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia pada Agustus 2018 masih defisit sebesar Rp1,02 miliar secara bulanan.

Hal ini terjadi karena jumlah impor yang hanya US$16,84 miliar dan nilai ekspor lebih tinggi yakni US$15,82 miliar. Sementara, secara akumulasi Januari sampai Agustus jumlah defisitnya mencapai US$4,09 miliar.

Melihat kondisi seperti ini, ia merasa semakin yakin untuk melancarkan segala perundingan perdagangan bebas, seperti Indonesia-European Free Trade Association Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEFTA-CEPA).

Sebab, perdagangan bebas tersebut bisa meringankan bea masuk bagi komoditas yang diekspor dari Indonesia dengan negara yang masuk dalam daftar EFTA, antara lain Swiss, Iceland, Liechtenstein, dan Norwegia.

Tak main-main, ia menargetkan perdagangan Indonesia dengan negara yang masuk dalam daftar EFTA bisa naik dua kali lipat dari posisi Desember 2017 kemarin.

Data Kementerian Perdagangan menunjukkan jumlah perdagangan Indonesia dengan negara EFTA tahun lalu sebesar US$2,4 miliar. Rinciannya, nilai ekspor Indonesia ke negara EFTA sebesar US$1,31 miliar dan impor US$1,09 miliar. Sehingga, surplus sebesar US$22 juta.

“Makanya saya lebih konsentrasi dalam perdagangan bebas sekarang ini. Perundingan tidak selesai sekarang tidak apa-apa, tapi kan yang penting sudah berupaya dorong ekspor,” jelas Enggartiasto.

Ia menyebut pemerintah Indonesia dan Swiss sepakat menyelesaikan perundingan IEFTA-CEPA pada November 2018 mendatang. Nantinya, kesepakatan lebih lanjut akan dilakukan di Bali bulan ini.

 

 

 

Sumber : cnnindonesia.com
Gambar : m.soksinews.com

 

 

[social_warfare buttons=”Facebook,Pinterest,LinkedIn,Twitter,Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *