Usai Lepas Rp1.166 T, Rusia Masih Bakal Jual Surat Utang AS

Menteri Keuangan Rusia Anton Siluanov mengatakan melalui jaringan televisi nasional bahwa pihaknya akan terus mengurangi kepemilikan pada surat utang AS. Hal ini dilakukan sebagai tanggapan atas sanksi yang bakal diberikan AS kepada Rusia. Sejak Maret hingga Mei lalu, kepemilikan Rusia terhadap surat utang AS telah merosot hingga US$81 miliar atau sekitar Rp1.166 triliun. Jumlah ini mencapai 84 persen kepemilikan Rusia pada surat utang AS. Babak terbaru sanksi AS terhadap rupiah muncul sebagai tanggapan atas keracunan bekas mata-mata Rusia Sergei Skripal dan putrinya di Inggris awal tahun ini.

Sanksi dijatuhkan oleh Departemen Luar Negeri di bawah undang-undang perang kimia dan biologi dan akan berlaku sekitar 22 Agustus. Juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin Dmitry Peskov pada pekan lalu masih menegaskan bahwa Rusia tidak ada hubungannya dengan penggunaan senjata kimia dan menyebut sanksi AS tidak dapat diterima serta ilegal. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova mengatakan bahwa Rusia telah menyiapkan langkah-langkah balas dendam sebagai tanggapan terhadap sanksi.

Siluanov juga menyebut Rusia tengah mempertimbangkan untuk tak lagi menggunakan dolar AS dalam transaksi perdagangan internasional dan menyebut mata uang tersebut tak dapat diandalkan. “Kami telah secara signifikan mengurangi investasi kami dalam aset AS. Kenyataannya, dolar AS, yang dianggap sebagai mata uang internasional, menjadi alat pembayaran yang berisiko,” ungkap dia.

Kendati demikian, Siluanov mengatakan bahwa Rusia tidak memiliki rencana untuk menutup perusahaan-perusahaan Amerika di Rusia. “Kami tidak berencana pada saat ini pembatasan, penutupan, misalnya, mengambil, dan menutup McDonald’s (dan perusahaan AS lainnya). Perusahaan-perusahaan ini mempekerjakan warga kami.” terang dia. Keputusan Rusia untuk melepas kepemilikannya diperkirakan tidak akan berdampak besar pada pasar surat utang AS. Pasalnya, negara tersebut bukan kreditur utama Amerika Serikat.

Pada puncak kepemilikannya pada November tahun lalu, Rusia bahkan tercatat hanya memiliki surat utang AS senilai US$105,7 miliar atau menempati posisi investor asing terbesar ke-15. Saat ini, pemilik asing utang AS terbesar adalah China yang mencapai US$1,2 triliun atau 10 kali lebih banyak dari Rusia. “Ini tidak terlalu mengkhawatirkan,” Guy LeBas, Kepala Strategi Investasi Pendapatan Tetap di Janney Capital mengatakan pada bulan lalu.

Eugene Chausovsky, Analis Senior Eurasia di perusahaan konsultan Stratfor juga setuju bahwa langkah Rusia menjauh dari utang AS bukan merupakan masalah besar. “Jika yang menjual semacam ini (surat utang AS) adalah China, ini akan menjadi gambaran yang sama sekali berbeda,” katanya bulan lalu. Namun, situasi Rusia ini menimbulkan kekhawatiran jangka panjang bahwa kreditur utama AS dapat mengancam untuk menyakiti Amerika dengan melepas kepemilikan surat utang. Kekhawatiran itu telah meningkat akibat defisit anggaran federal AS yang melonjak dan perang dagang yang sedang berlangsung dengan Cina.

Analis membeberkan logika di balik kekhawatiran ini. China dapat melepas utang sebanyak itu sekaligus, sehingga surat utang AS secara dramatis dapat kehilangan nilainya selama penjualan tersebut. Risiko yang lebih besar lagi adalah jika Cina atau negara lain menghentikan pembelian surat utang AS dengan memperlambat pembeliannya dan menunggu surat utang yang ada jatuh tempo.

 

 

 

 

Sumber Berita : cnnindonesia.com
Sumber foto : The Hindu

 

 

 

[social_warfare buttons = “Facebook, Pinterest, LinkedIn, Twitter, Total”]

BAGIKAN BERITA INI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *